Senin, 28 Maret 2011

LAPORAN HASIL STUDY VISIT

LAPORAN HASIL STUDY VISIT
KE
SMPN 1 CIKONENG
KABUPATEN CIAMIS






MKKS GUGUS LURAGUNG
KABUPATEN KUNINGAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN HASIL STUDY VISIT
KE
SMPN 1 CIKONENG
KABUPATEN CIAMIS

KETUA MKKS GUGUS LURAGUNG
KABUPATEN KUNINGAN

Drs. H. Ebon Shobari,M.Pd
NIP 19691203 198603 1 007


Mengetahui/ Mengesahkan

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kuningan


Drs. H. DADANG SUPARDAN,M.Si
Pembina Tk.I
NIP 19591218 198603 1 009
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyusun LAPORAN HASIL STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG KABUPATEN CIAMIS ini dengan lancar.
Penyusunan laporan ini sebagai salah satu bukti dokumen pelaksanaan kegiatan program
BERMUTU ( Better Education through Reformed Management and Universal Theacher Up Grading ) Tahun 2011 MKKS GUGUS LURAGUNG Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kuningan.
Dengan diselesaikannya laporan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunanannya.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan.
Akhir kata, penulis berharap LAPORAN HASIL STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG KABUPATEN CIAMIS ini semoga bermanfaat bagi pembaca. Amin

Luragung, Februari 2011
ii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Rasional ………………………….............................. 1
1.2 Tujuan………………………………............................... 2
1.3 Sasaran………………………..…………............................ 2
1.4 Materi…………………………..………………………….................... 3
1.5 Output……………………………………............……………………………………. 5
1.6 Waktu .......................................... 5
1.7 Pembiayaan ..................................... 6
1.8 Mekanisme ..................................... 6
1.9 Tata Tertib Study visit ........................ 6
BAB II. PELAKSANAAN DAN HASIL

2.1. Pelaksanaan …………………...........................…………… 8
2.2. Hasil uraian pelaksanaan ke SMP N 1 Cikoneng....................................... 9
2.3 Tindak Lanjut ………………………………………………................. 9

BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………............................. 10
3.2 Saran……………………………………………............................. 10
LAMPIRAN-LAMPIRAN
- Foto kegiatan
- Dokumen yang diperoleh
- Jadwal study visit
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. RASIONAL

Study visit merupakan suatu kegiatan kunjungan belajar dengan tujuan untuk mempelajari aspek-aspek yang dianggap lebih baik dan lebih berhasil yang dilakukan oleh lembaga atau sekolah dalam mengelola kegiatan pembelajaran.
Dalam proses pengelolaan study visit, kelompok kerja yang akan belajar kepada kelompok lain yang dianggap lebih berhasil terjadi proses identifikasi aspek yang dianggap perlu ditingkatkan, identifikasi kelompok-kelompok lain yang mempunyai kelebihan di aspek yang serupa dengan hasilnya, dan lebih penting lagi, bagaimana mereka melakukannya.
Hal ini memungkinkan kelompok kerja mengembangkan rencana bagaimana membuat perbaikan atau mengadaptasi praktik terbaik tertentu, biasanya dengan tujuan meningkatkan beberapa aspek kinerja. Proses pembandingan dalam study visit mungkin dilakukan satu kali, tetapi sering dianggap sebagai suatu proses yang berkesinambungan di mana kelompok kerja terus berusaha untuk meningkatkan praktik-praktik mereka.
Secara sederhana pengelolaan study visit, terdiri atas tiga tahap yaitu perencanaan, pelakasanaan, dan pelaporan. Perencanaan dapat dituangkan dalam sebuah panduan. Rancangan kegiatan untuk study visit, yang dibuat secara rinci dan matang akan lebih mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan dimaksud.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah melengkapi peraturan sebelumnya yaitu UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang di antaranya mengatur bahwa penugasan menjadi kepala sekolah harus sesuai standar, karena kepala sekolah memegang peran penting, selain itu mutu pendidikan di sekolah bergantung pada kepala sekolahnya. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan standar sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Namun kenyataan masih ada kepala sekolah yang kurang memahami secara mendalam standar kompetensi ini.
Sehingga untuk lebih memahami pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tersebut MKKS BERMUTU Gugus Luragung melaksanakan kegiatan study visit ke sekolah unggulan yang ada di kabupaten Ciamis.
1.2. TUJUAN

Study visit ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:
1. Memperoleh gambaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
2. Memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang membuat SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) berhasil melaksanakan model pembelajaran inovatif di sekolahnya;
3. Memperoleh informasi fasilitas belajar yang tersedia di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
4. Memperoleh gambaran pelaksanaan program unggulan di SMP N 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)

1.3. SASARAN
Sasaran yang akan dikunjungi dalam kegiatan study visit adalah SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) Sekolah unggul berkategori sekolah berbudaya bersih dengan pedoman kebersihan sebagian dari iman.


1.4. MATERI
Kegiatan Study visit tanggal 14 Februari 2011, acara dilaksanakan di aula dengan susunan sebagai berikut : (1) Pembukaan, (2) Sambutan (3) Dialog (4) Penutup
(1) Pembukaan : Acara dibuka dengan bacaan Basmalah diteruskan dengan pembacaan Ayat suci Al Qur’an.
(2) Sambutan (a). Dari perwakilan Robongan MKKS kab Kuningan drs. H Ridwan Solich,S.Pd, melaporkan peserta sebanyak 128 orang dari lima Gugus BERMUTU yang ada di Kabupaten Kuningan dan mengucapkan terima kasih atas penerimaan tuan rumah dengan ada satu pertanyaan yang sangat urgent : Kenapa sekolah negeri memiliki kolam renang (b). Dari Kepala SMPN 1 Cikoneng H Jenal Lukmanul hakim,M.Pd, permohonan maaf apabila pelaksanaan tidak sesuai dengan yang diharapkan juga permohonan maaf acara tidak bisa dihadiri ketua MKKS Kabupaten Ciamis Dr.H Aming Efendi,M.Pd yang merupakan perintis untuk kemajuan SMPN 1 Cikoneng, sehubungan beliau sedang ada rapat penyusunan RKA, lebih lanjut bapak H Jenal menjelaskan SMPN 1 Cikoneng melaksanakan satuan terpisah artinya pelaksanaan KBM antara putra dan putri dipisahkan, SMPN 1 Cikoneng status nya Sekolah Standar Nasional (SSN) tahun 2011 mandiri di sekolah sudah menerapkan Permen tentang pembagian tugas mengajar guru melaksanakan 24 jam pelajaran sehingga untuk PNS sudah ada 3 orang mengajukan mutasi guru ke sekolah lain, tenaga pengajar 95% berlatang pendidikan S1, 4 orang S2, dan S2 1 orang. Kurikulum yang digunakan di SMPN 1 Cikoneng adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan ciri khusus atau khas mengedepankan kehidupan islami ditandai dengan mengucapkan salam apabila siswa,guru,kepala sekolah dan staf Tata Usaha bertemu; Pelaksaan pembacaan Al Qur’an secara bersama setiasp pagi; Tiap hari Jum.at dan hari sabtu Training baca tulis Al Qur’an dengan bimbinganguru-guru ustad yang ada di sekolah juga dari para kiayi dari pesntren lingkungan sekitar; Bila ada siswa yangberbicara kasar langsung di tegurdan dipanggil guru BP/BK; Prestasi juara 1 tingkat propinsi dalam bidang UKS (sekolah sehat) dengan rencana menjadi sekolah adiwiyata; strategi “Keberhasilan dengan motto kebersihan sebagian dari pada iman, sebab dengan lingkungan yang bersih, sehat akan merasa nyaman di sekolah” Untuk lebih jelasnya nanti para peserta study visit disilahkan menghubungi Penanggungjawab 8 Standar Nasional Pendidikan yang ada di SMPN 1 Cikoneng
(3) Dialog : diisi dengan tanya jawab dari peserta study visit, Pertanyaan 1. Program unggulan, proses mencapai program tersebut jawab : sekolah ditata selama 15 tahun dan seirring berlakunya tidak ada lagi sumbangan bulanan sekolah menerapkan Inpak atau sumbangan sukarela untuk meggalang dana dari oarang tua siswa, sehingga kondisi sekolah seperti saat ini,dan hasilnya di tahun 2010 mendapat kepercayaan masyarakat dengan predikat sekolah unggulan islami dengan proses “Siswa diwajibkan tinggal dilingkungan sekolah” Pertanyaan 2 Inpak atau sumbangan dilakukan kapan Jawab inpak atau sumbangan sukarela dilakukan pada saat momen tertentu dan tidak menggunakan kwitansi pada orang tua siswa sedangkan pemasukan danan tetap dicatat dibukukan dan ada laporan penggunaannya.
Pertanyaan 3, Apa landasan pacu, kebijakan awal, tujuan, target atau sasaran, Jawab : terinspirasi lingkungan sekitar berdasar kajian siswa tidak bisa baca tulis Al Qur’an, tujuan sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu membentuk “akhlak mulia” dengan kata kunci “Pesantren bisa menyelenggarakan sekolah kenapa sekolah tidak bisa melaksanakan pendidikan seperti pesantren”
(4) Penutup : Sebelum ditutup dengan do’a dibuat kesimpulan oleh pembawa acara dengan komitmen dan dengan bantuan semua pihak untuk melaksanakan program-program di SMPN 1 Cikoneng melalui : Kahayang,Kadaek,Kaiklas artinya untuk mencapai suatu keinginan keudian muncul ide dan tidak selalu dengan dukungan finansial
1.5. OUTPUT

1. Informasi tentang gambaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
2. Informasi tentang faktor-faktor yang membuat SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) berhasil melaksanakan model pembelajaran inovatif di sekolahnya;
3. Informasi fasilitas belajar yang tersedia di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
4. Informasi pelaksanaan program unggulan di SMP N 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
5. Informasi perangkat pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran inovatif (menerapkan PAKEM)

1.6. WAKTU
Kegiatan study visit ke SMP N 1 Cikoneng dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2011 pada pukul 07.00 s.d 13.00. Dilaksanakan selama satu hari, kegiatan dimulai dengan menunggu berkumpulnya seluruh peserta, perjalanan dilakukan mulai pukul 07.30 dan sampai ke lokasi tujuan pukul 10.30 kegiatan dilaksanakan di aula SMPN 1 Cikoneng dengan dialog terbuka dengan seluruh nara sumber (stake holders ) yang ada di SMPN 1 Cikoneng dengan tujuan untuk : Memperoleh gambaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN), Memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang membuat SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) berhasil melaksanakan model pembelajaran inovatif di sekolahnya, Memperoleh informasi fasilitas belajar yang tersedia di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN), Memperoleh gambaran pelaksanaan program unggulan di SMP N 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)

1.7. PEMBIAYAAN
Biaya study visit bersumber dari dana yang teralokasi dalam DBL yang telah diterima MKKS Gugus Luragung. Rincian biaya yang diperlukan dibuat secara terpisah dan didukung dengan bukti-bukti pengeluaran sesuai keperluan.
1.8. MEKANISME
Pelaksanaan study visit dilakukan dengan kunjungan ke SMP unggul. Sebagai wujud dari hasil pelaksanaan study visit, setiap peserta diharuskan mengisi lembaran angket atau instrumen yang telah disiapkan oleh MKKS Gugus Luragung sebagai bahan Laporan kegiatan study visit, laporan hasil study visit harus mencakup: latar belakang, tujuan, sasaran, materi, output, pelaksanaan kunjungan, hasil kunjungan, kesimpulan, dan saran serta menyampaikan ringkasan (abstrak) laporan hasil study visit untuk dimuat dalam journal atau media lain, khusus untuk MKKS Gugus Luragung hasil-hasil kegiatan BERMUTU juga bisa di akses di internet dengan alamat http://mkksgugusluragung.blogspot.com
1.9. TATA TERTIB STUDY VISIT
Tata tertib untuk peserta disusun mencakup persiapan, pelaksanaan, dan tidak lanjut. Persiapan terkait dengan pemberitahuan ke unsur terkait dalam study visit, menyusun jadwal kegiatan, dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam study visit. Tata tertib pelaksanaan study visit mencakup: (1) pelaksanaan study visit sesuai jadwal yang telah disusun; (2) keharusan menggunakan instrumen yang telah dipersiapkan untuk menjaring data pada study visit; (3) keharusan menggali informasi yang lengkap dari SMP yang dikunjungi; (4) mencatat semua informasi yang diperoleh melalui study visit; (5) mengumpulkan dokumen yang diperlukan sebagai kelengkapan study visit. Sedangkan tata tertib tindak lanjut mencakup: (1) pengolahan hasil study visit dan menyusun laporannya sesuai rambu-rambu; (2) memperbaiki program serta pelaksanaan kegiatan di MKKS atau MGMP; dan (3) memperbaiki pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, sebagai implementasi hasil study visit.


BAB II
PELAKSANAAN DAN HASIL

2.1 Pelaksanaan
Waktu Pelaksanaan (visitasi ke SMP) Kegiatan study visit ke SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2011 pukul 07.00 s.d 13.00, dilaksanakan di aula sekolah : Kepala SMPN 1 Cikoneng H Jenal Lukmanul hakim,M.Pd, menyampaikan permohonan maaf apabila pelaksanaan tidak sesuai dengan yang diharapkan juga permohonan maaf acara tidak bisa dihadiri ketua MKKS Kabupaten Ciamis Dr.H Aming Efendi,M.Pd yang merupakan perintis untuk kemajuan SMPN 1 Cikoneng, sehubungan beliau sedang ada rapat penyusunan RKA, lebih lanjut bapak H Jenal menjelaskan SMPN 1 Cikoneng melaksanakan satuan terpisah artinya pelaksanaan KBM antara putra dan putri dipisahkan, SMPN 1 Cikoneng status nya Sekolah Standar Nasional (SSN) tahun 2011 mandiri di sekolah sudah menerapkan Permen tentang pembagian tugas mengajar guru melaksanakan 24 jam pelajaran sehingga untuk PNS sudah ada 3 orang mengajukan mutasi guru ke sekolah lain, tenaga pengajar 95% berlatang pendidikan S1, 4 orang S2, dan S2 1 orang. Kurikulum yang digunakan di SMPN 1 Cikoneng adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan ciri khusus atau khas mengedepankan kehidupan islami ditandai dengan mengucapkan salam apabila siswa,guru,kepala sekolah dan staf Tata Usaha bertemu; Pelaksaan pembacaan Al Qur’an secara bersama setiasp pagi; Tiap hari Jum.at dan hari sabtu Training baca tulis Al Qur’an dengan bimbinganguru-guru ustad yang ada di sekolah juga dari para kiayi dari pesntren lingkungan sekitar; Bila ada siswa yangberbicara kasar langsung di tegurdan dipanggil guru BP/BK; Prestasi juara 1 tingkat propinsi dalam bidang UKS (sekolah sehat) dengan rencana menjadi sekolah adiwiyata; strategi “Keberhasilan dengan motto kebersihan sebagian dari pada iman, sebab dengan lingkungan yang bersih, sehat akan merasa nyaman di sekolah” Untuk lebih jelasnya nanti para peserta study visit disilahkan menghubungi Penanggungjawab 8 Standar Nasional Pendidikan yang ada di SMPN 1 Cikoneng.


2.2 Hasil (uraian pelaksanaan )
Dari hasil wawancara dengan bapak kepala SMPN 1Cikoneng sebagai berikut :
INSTRUMEN WAWANCARA STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG Hari Senin, 14 Februari 2011
1. Apa visi dan misi sekolah ?
Berbudaya iman dan takwa berwawasan lingkungan sehat unggul dalam ilmu sukses dan berprestasi siap menjadi generasi handal dan dipercaya.

2. Dari visi misi tersebut, apa yang menjadi prioritas sasaran untuk tahun sekarang ?
Menuju sekolah sehat ( sekolah adiwiyata) di tingkat nasional

3. Program unggulan apa yang dikembangkan di sekolah ini ?
Sekolah berbudaya bersih dengan motto : “kebersihan sebagian dari pada Iman”

4. Bagaimana proses mencapai program unggulan tersebut ?
Berdasarkan kajian kognitif, afektif dan psiokomotor muncul ide/gagasan untuk memajukan sekolah yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Cikoneng yang berbasis islam dengan mendatangkan kiai setempat dan dengan bimbingan guru/ustad yang ada bekerja sama untuk mewujudkan program tersebut.

5. Apa kendala yang dihadapi dalam mencapai program di atas ?
a. Masyarakat lingkungan sekolah tidak percaya terhadap program sekolah.
b. Pendanaan kurang mendukung.

6. Hal positif apa yang dapat dipetik sekolah dalam mengulirkan program
unggulan di atas ?
a. Siswa berperilaku baik.
b. Lingkungan sekolah bersih dan tertata dengan baik.
c. Lulusan terampil baca tulis Al Qur’an.

2.3 Tindak Lanjut
Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan melalui program Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) menyelenggarakan program Dana Bantuan Langsung untuk Kelompok Kerja dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah. Tujuan dari program dimaksud adalah untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah. Laporan ini disusun sebagai pertanggungjawaban Penggunaan Dana Bantuan Langsung Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Gugus Luragung sebagai penerima Dana Bantuan Langsung (DBL) tersebut,telah melaksanakan satu rangkaian kegiatan study visit, ke sekolah lain yang dianggap lebih berhasil terjadi proses identifikasi aspek yang dianggap perlu ditingkatkan, identifikasi kelompok-kelompok lain yang mempunyai kelebihan di aspek yang serupa dengan hasilnya, dan lebih penting lagi, bagaimana mereka melakukannya.
Hal ini memungkinkan kelompok kerja mengembangkan rencana bagaimana membuat perbaikan atau mengadaptasi praktik terbaik tertentu, biasanya dengan tujuan meningkatkan beberapa aspek kinerja. Proses pembandingan dalam study visit mungkin dilakukan satu kali, tetapi sering dianggap sebagai suatu proses yang berkesinambungan di mana kelompok kerja terus berusaha untuk meningkatkan praktik-praktik mereka.
Secara sederhana pengelolaan study visit, terdiri atas tiga tahap yaitu perencanaan, pelakasanaan, dan pelaporan. Perencanaan dapat dituangkan dalam sebuah panduan. Rancangan kegiatan untuk study visit, yang dibuat secara rinci dan matang akan lebih mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan dimaksud.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah melengkapi peraturan sebelumnya yaitu UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang di antaranya mengatur bahwa penugasan menjadi kepala sekolah harus sesuai standar, karena kepala sekolah memegang peran penting, selain itu mutu pendidikan di sekolah bergantung pada kepala sekolahnya. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan standar sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Dengan demikian kepala sekolah harus memahami secara mendalam standar kompetensi ini.
Dengan dilaksanakan study visit ke SMPN 1 Cikoneng kepala sekolah anggota MKKS Gugus Luragung mendapat gambaran yang jelas tentang pengelolaan sekolah yang telah mengarah pada ketentuan yang sesuai dengan harapan pemerintah.

3.2 SARAN

Bagi para kepala sekolah anggota MKKS Gugus Luragung diharapkan setelah melaksanakan study visit dapat menerapkan hasilnya di sekolah masing-masing dengan demikian harapan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia segera terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama dan kesenjangan mutu pendidikan antara sekolah reguler dengan sekolah standar nasional tidak terlalu jauh dalam hal pengelolaan / manajemen sekolah.


LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto kegiatan
Dokumen yang diperoleh
Jadwal study visit

Lampiran : Contoh Instrumen Untuk Study Visit
INSTRUMEN WAWANCARA
STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG
Hari Senin, 14 Februari 2011
1. Apa visi dan misi sekolah ?
...........................................................................................................................

...........................................................................................................................

............................................................................................................................
2. Dari visi misi tersebut, apa yang menjadi prioritas sasaran untuk tahun sekarang ?

.............................................................................................................................

............................................................................................................................

............................................................................................................................
3. Program unggulan apa yang dikembangkan di sekolah ini ?
............................................................................................................................
............................................................................................................................
............................................................................................................................
4. Bagaimana proses mencapai program unggulan tersebut ?
............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
5. Apa kendala yang dihadapi dalam mencapai program di atas ?
............................................................................................................................
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
6. Hal positif apa yang dapat dipetik sekolah dalam mengulirkan program
unggulan di atas ?
..............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

Minggu, 13 Maret 2011

LIMA PERAN KEPALA SEKOLAH

Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan)

Kepala sekolah saat ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk memimpin secara efektif baik dari sisi biaya maupun wewenang. Untuk itu menurut Administrator Pendidikan Iowa State profesor dan penulis blog Dangerously Irrelevant, Scott McLeod menyatakan "jika para kepala sekolah tidak mengerti, maka semua itu tidak akan terjadi". Untuk "terjadi", saat ini para kepala sekolah harus mempunyai peran sebagai visioner, agen perubahan, kepala di bidang pendidikan, role model dan manajer.

Jika kita benar-benar berkomitmen untuk mempersiapkan siswa kita untuk masa depan, penting bagi para kepala sekolah untuk melihat cakrawala untuk memproyeksikan bagaimana teknologi akan mengubah lanskap pendidikan dalam waktu yang tidak begitu jauh di masa depan. Visioner melihat ke masa depan, sementara futuristik mempromosikan berpikir dengan anggota komunitas sekolah dan memiliki kemampuan untuk menghubungkan ide-ide dari industri dan bidang lain untuk pendidikan. Jadi tunggu apa lagi jadikan sekolah anda lingkungan pembelajar, hingga semua orang bersedia dan mau belajar dan belajar kembali (learn and relearn)

Pemimpin adalah manusia, tetapi tidak semua manusia adalah pemimpin. Kepala sekolah adalah sosok manusia yang idealnya memiliki visi, mampu memberikan inspirasi & motivasi, serta kompeten ( Kouzes & Posner ) . Dimana tidak ada visi, masyarakat menjadi liar, anarkis, dan kacau balau. Sebab dimana tidak ada visi, di sana sesungguhnya tidak ada pemimpin ( Andrias Harefa ). Substansinya adalah organisasi tidak akan pernah berjalan dengan baik tanpa visi yang mampu memberikan inspirasi, membangkitkan motivasi, melejitkan antusiasme untuk berkarya, menanamkan nilai-nilai perjuangan dan kerja keras yang luar biasa hebat.

Untuk menjadi seorang kepala sekolah yang visioner, maka kita dapat belajar pada perjalanan hidup seorang Henry Ford, Bill Gates, Nelson Mandela, dan Soekarnao-Hatta. dalam sejarah bisnis, visi Ford menggerakkan "rakyat" dalam industri otomotif, pertama-tama di Amerika, tetapi juga berdampak ke banyak negara lainnya. Visi Bill Gates membangkitkan "rakyat" Microsoft dan membawa mereka menjadi sebuah korporat piranti lunak raksasa, menguasai sekitar 80 persen pangsa pasar software dunia pada hari ini. Visi Nelson Mandela tentang masyarakat Afrika Selatan yang terbebas dari cengkeraman rasialisme yang tidak manusiawi telah membuatnya tahan menderita di penjara selama 27 tahun.

Visi Soekarno-hatta di tahun 20-an tentang Indonesia merdeka telah memberi makna pada jiwa mereka ketika harus dibuang dan diasingkan tanpa alasan yang rasional. Dan, ketika visi Indonesia merdeka itu telah menjadi visi bersama, maka harapan pun datang bagai badai disertai gelegar keberanian yang gegap gempita, sehingga tak lagi mampu dibendung oleh kolonialisme Belanda. Kecerdasan pemakan keju yang dilengkapi dengan berbagai senjata modern, ternyata tak mampu membunuh visi bersama miliki bangsa pemakan singkong yang cuma punya bambu runcing untuk memperjuangkan harkat dan martabatnya sebagai bangsa.
Tanpa visi, seorang pemimpin akan kehilangan motivasi untuk berjuang dalam berkarya, dan akan kehilangan keberanian untuk memperjuangkan visinya agar dapat memberikan kebermanfaatan bagi umat manusia. Yang paling penting, sitem organisasi akan berjalan tak tentu arah, potensi diri bawahan tak terbedayakan, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai seorang pemimpin mencerminkan sosok yang "tidak berdaya"

Banyak sekali model perubahan hasil penelitian yang ada di buku maupun sumber-sumber lain. Silahkan menggunakan yang paling cocok untuk sekolah anda. Seperti kita ketahui, mengelola perubahan sama saja dengan mengelola sumber daya manusia yang ada di sekolah kita. Agen perubahan yang cerdas akan dengan gigih berpatokan pada satu model yang dianggapnya benar sambil tetap terbuka dan membangun saling pengertian dengan guru, siswa dan orang tua, dan terus berusaha dalam jangka panjang. Semua elemen yang ada di sekolah harus memahami proses ini. Pemahaan ini berasal dari diskusi dan dialog terbuka bahwa kepala bosa memulai dan memimpin perubahan. Guru adalah agen perubahan. Di manapun guru berada dia harus dapat membawa perubahan bagi masyarakat di sekelilingnya. dia harus mampu menjadi motivator dan fasilitator bagi anak didiknya agar mampu menguasai ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Karena itu belajar sepanjang hayat jelas harus dilakukan terus menerus oleh seorang guru. Jangan sampai ada guru yang benar-benar "jadul" di tengah derasnya arus informasi dan komunikasi ini.
Para kepala sekolah harus selalu menjadi seorang pemimpin di bidang pendidikan, tetapi di abad 21 ini kepala sekolah mesti mengerti apa yang efektif dalam penggunaan sumber-sumber belajar, teknologi, dan praktek terbaik dalam belajar-mengajar dan ia sadar betul bahwa tujuan siswa datang ke sekolah adalah untuk belajar. kepala sekolah yang berhasil selalu berusaha menggali informasi dari manapun. karenanya seberapapun banyaknya perubahan, sejatinya tujuan belajar dan mengajar tidak berubah karena secara fundamental tetap sama. Kepala sekolah yang baik harus terlebih dahulu mengetahui kurikulum dan kemudian menggunakan pendekatan strategi lain untuk membuat kurikulum bisa berjalan dengan efektif di lapangan. Kepala sekolah harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada guru tentang tujuan mereka, proses yang mereka lakukan dan produk pembelajaran yang dihasilkan.

Kepala sekolah bukan satu-satunya determinan bagi efektif tidaknya suatu sekolah karena masih banyak faktor lain yang perlu diperhitungkan. Ada guru yang dipandang sebagai faktor kunci yang berhadapan langsung dengan para peserta didik dan masih ada lagi sejumlah masukan instrumental dan masukan lingkungan yang mempengaruhi proses pembelajaran. Namun, kepala sekolah memainkan peran yang sangat penting (Lightfoot, 1983:lihat juga telaahan mutakhir trends & issues manajemen pendidikan yang dikompilasi dalam ERIC,2002). Kepala sekolah bukan manajer sebuah unit produksi yang hanya menghasilkan barang mati, seperti manajer pabrik yang menghasilkan sepatu, misalnya. Lebih dari para manajer lainnya, ia adalah pemimpin pendidikan yang bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan anggotanya mendayagunakan dan mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Dalam lingkungan sperti itu, para guru dan peserta didik termotivasi untuk saling belajar, saling memotivasi, dan saling memberdayakan, suasana seperti itu memeri ruang untuk saling belajar melalui keteladanan, belajar bertanggungjawab, serta belajar mengembangkan kompetensi sepenuhnya, bukan sekedar kompetensi kognitif. Kepala sekolah seharusnya berada di garda paling depan dalam hal peneladanan, pemotivasian, dan pemberdayaan itu. Apakah ini barang baru? Sama sekali tidak karena jauh sebelumnya Ki Hadjar Dewantara telah berujar dengan pernyataannya yang terkenal itu: ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Sebenarnya pekerjaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolahnya tidak pernah ringan. Sudah sekian lama birokrasi pemerintahan negara kita tidak banyak membantu kepala sekolah mengatasi kerumitan itu. Sudah sejak lama pula para kepala sekolah berhadapan dengan situasi di mana mereka lebih banyak tergantung pada konteks dan periferal pekerjaannya. Mereka sering berada pada posisi nirdaya dalam situasi ketika pemimpin mereka benar-benar diperlukan. Oleh sebab itu, diperlukan paradigma baru untuk menanggalkan ketergantungan yang selama ini telah memerangkap para kepala sekoah yang sebagian sebenarnya mungkin telah bekerja dengan serius. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dipandang banyak pihak dapat memberi ruang gerak lebih longgar bagi kepala sekolah untuk meningkatkan mutu sekolahnya. Konsepnya bagus karena MBS adalah strategi untuk meningkatkan kemandirian para pengelola pendidikan dengan memindahkan wewenang pengambilan keputusan penting dari pemerintah pusat dan daerah ke level paling operasional, yaitu sekolah. hasilnya masih belum jelas karena penerapannya ternyata juga masih harus menunggu kerelaan birokrasi pendidikan (daerah dan pusat) untuk mendelegasikan powernya.
sementara para kepala sekolah lain bekerja untuk meningkatkan tugas-tugas administrasi saja, saat yang sama kepala sekolah yang cerdas mampu melakukan "walk the talk" dan menunjukkan bahwa dia bersedia untuk belajar dan mengambil resiko dengan teknologi baru atau strategi pembelajaran yang baru. Jika sekolah berusaha menerapkan hal yang baru baik itu teknologi maupun hal lain, kepala sekolah mesti bisa menjadi contoh untuk mau mencoba dan menerapkannya dalam tugas keseharian mereka. Dengan demikian guru, siswa semuanya mendapat contoh tentang bagaimana berubah.

Tidak ada Kepala sekolah yang ahli dalam semua bidang, begitu pula guru-guru yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah yang jempolan bisa mendistribusikan arus pengetahuan di sekolahnya hingga yang terjadi sekolah bisa menjadi 'sebuah komunitas pembelajar yang profesional'. Misalnya dengan mengadakan sesi khusus yang disitu guru bisa saling mengajarkan hal baru satu sama lain. Bidangnya bisa apa saja dari teknologi sampai strategi belajar mengajar yang terbaru.
Banyak tugas guru yang harus dijalankan sebagai kepala sekolah, karena sekolah merupakan kehidupan yangserba dinamis dan persoalan selalu ada tidak kenal waktu dan tempat. apakah persoalan menyangkut kurikulum, guru, anak didik, orang tua/wali, komite sekolah, masyarakat setempat, bahkan sorotan dari opini publik dan belum lagi berbagai krisis dekadensi moral dikalangan anak didik. Untuk mengimbangi krisis yang ada, kepala sekolah tidak hanya dituntut sebagai edukator, negosiator dan administrator, melainkan juga harus berperan sebagai manajer dan supervisor yang mampu menerapkan manajemen bermutu.

Indikasinya ada pada iklim kerja dan proses pembelajaran yang konstruktif, berkreasi serta berprestasi. Dan inilah sebenarnya menjadi visi, misi dan strayegi bagi kepala sekolah di dalam menjalankan fungsinya bersama-sama dengan aparat dan stkeholder untuk mewujudkan sekoah bermutu dan akan bermuara kepada pendidikan bermutu.
Manajemen sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan penggunaan sumber daya yang ada dan yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kepala sekolah bertanggungjawab atas jalannya lembaga sekolah dan kegiatannya. Kepala sekolah berada di garda terdepan dan dapat diukur keberhasilannya. Pencapaian visi, misi maupun strategi mesti dijalankan secara bersama, semua sumber daya manusia yang ada harus dilibatkan, dan semuanya bertanggung jawab untuk menjalankan dan mengimplementasikan apa yang sudah digariskan.
tentunya didalam pelaksanaan peran dan tanggungjawab kepala sekoah sebagai manajer sangat besar. Indikator keberhasilan kepala sekolah dapat dilihat dari sejauh mana visi, misi dan strategi yang ada dapat dijalankan sehingga semua yang terlibat dapat melakukannya. Dampak dari semua itu, apa yang disebutkan di atas dapat tercapai.

Pada prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan di perusahaan. Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan. Yang dihasilkan oleh manajemen sekolah adalah manusia yang berubah. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti, dari yang tidak berpengalaman menjadi berpengalaman, dari yang tidak bisa menjadi bisa, sehingga menghasilkan SDM yang bermutu. Sedangkan sasaran manajemen perusahaan itu pada kualitas produksi benda-benda mati.

Jadi, manajemen sekolah berandil kuat pada pemebntukan kualitas manusia yang merupakan generasi penerus bangsa. Atensi masyarakat yang telah teralienasikan akibat propaganda wacana teknologi dalam pembelajaran harus segera diobati dengan mengedepankan wacana kualitas kepala sekolah. Realitas sekolah itu dimanage oleh kepala sekolah bukan pada kata-kata para marketer yang mengejar target siswa demi perolehan bonus.
Para ahli melihat bahwa salah satu input strategis bagi langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep yang berbasiskan sumber daya manusia demi suatu profitabilitas yang tinggi. Tak ada salahnya konsep ini dipakai di sekolah. Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah tergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah untuk suatu keberhasilan yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia dalam diri peserta didik dan penghargaan bagi rekan-rekan pendidik sebagai insan yang kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa.

Untuk diingat, bahwa keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di sekolah tersebut. Peran kepala sekolah adalah orang utama dan pertama yang bertanggungjawab terhadap maju, mundurnya dan berkembangnya suatu sekolah, maka dari itulah diperlukan kepala sekolah yang benar-benar memahami dan menghayati akan tanggungjawabnya sebagai orang yang didahulukan selangkah dan diangkat setingkat dari keloga-koleganya sesama guru.

sumber :
http://subagio-subagio.blogspot.com

Manajemen Berbasis Sekolah

Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan)

Salah satu upaya meningkatkan mutu sekolah adalah dengan membenahi mutu guru, selain para guru mendapat pelatihan sekolah juga mendapat bantuan peralatan untuk pembelajaran, meskipun dengan adanya bantuan peralatan dan melatih guru-guru tidak otomatis kualitas sekolah menjadi bagus. Menurut Dr Umaedi,M.Ed (2010) kegagalan program peningkatan mutu tersebut disebabkan setidaknya oleh tiga faktor :
Pertama, strategi pembangunan pendidikan yang lebih bersifat input oriented. Artinya, strategi peningkatan mutu lebih bersandar kepada asumsi bahwa bila semua input pendidikan telah dipenuhi, misalnya penyediaan buku-buku dan alat-alat belajar, sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan, maka secara otomatis satuan pendidikan akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu. Strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek,1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional pada masa lalu lebih bersifat birokratik-sentralistik, sehingga sekolah sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang jalurnya bisa sangat panjang. Kadang, kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Sekolah hanya menjadi sub-ordinasi dari birokrasi di atasnya, sehingga kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas, untuk mengembangkan dan memajukan sekolah, termasuk peningkatan mutu pendidikan.
Ketiga, peran serta warga sekolah, khususnya guru, dan masyarakat, khususnya orang tua siswa, dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah juga sangat tergantung pada guru.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diantaranya mengatur standar nasional pendidikan (SNP). Standar tersebut menjadi acuan peningkatan mutu seluruh institusi pendidikan di negeri ini. Acuan rinci SNP dijabarkan dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Seperti dinyatakan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang dimaksud dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar prasarana dan sarana pendidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Perlunya peningkatan mutu SMP, sesuai dengan penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 11 pemerintah berkewajiban mendorong sekolah-sekolah kategori potensial (calon SSN), Sekolah Standar Nasional (SSN), maupun SSN berkeunggulan lokal agar pada akhirnya benar-benar mampu mencapai predikat Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN) dirintis tahun 2004 didukung oleh pemberlaakuan MBS. Di Indonesia, cikal bakal MBS adalah program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS)
MBS yang dikembangkan di banyak negara mempunyai banyak model. Menurut Leithwood dan Menzies (1998), setidaknya terdapat empat model, yaitu : (1) Kontrol administratif, kepala sekolah dominan sebagai representasi dari administrasi pendidikan. (2) Kontrol profesional, pendidik menerima otoritas. (3) Kontrol masyarakat, kelompok masyarakat dan orang tua peserta didik, melalui Komite Sekolah, terlibat dalam kegiatan sekolah. (4) Kontrol secara seimbang, orang tua siswa dan kelompok profesional (kepala sekolah dan pendidik) saling bekerja sama secara seimbang.
Model-model MBS itu merupakan varian yang muncul dalam otonomi pendidikan, MBS model pertama, yakni peran kepala sekolah lebih dominan, telah melahirkan sosok kepala sekolah sebagai raja-raja kecil yang berkuasa di sekolah.
MBS model kedua melibatkan para guru dalam manajemen sekolah, MBS model ketiga telah melibatkan masyarakat dan orang tua siswa dalam kegiatan sekolah. Sedangkan MBS model keempat adalah seperti yang diterapkan saat ini. Model ini ditopang hubungan sinergis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, yang diharapkan dapat mendongkrak upaya mutu pendidikan.
Karakteristik sekolah yang melaksanakan MBS : (1) Proses belajar-mengajar yang efektivitasnya tinggi. (2) Kepemimpinan sekolah kuat. (3) Lingkungan sekolah aman dan tertib. (4) Pengelolaan tenaga kependidikan efektif. (5) Memiliki budaya mutu. (6) Memiliki tim kerja yang kompak, cerdas, dan dinamis. (7) Memiliki kewenangan (kemandirian). (8) Partisipasi tinggi dari warga sekolah dan masyarakat. (9) Memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen. (10) Memiliki kemauan untuk berubah. (11) Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. (12) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan. (13) Memiliki komunikasi yang baik. (14) Memiliki akuntabilitas. (15) Memiliki Kemampuan menjaga keberlanjutan.
Perubahan pola manajemen pendidikan lama (manajemen berbasis pusat) ke pola baru (MBS) antara lain : (1) Dari sub-ordinasi menuju otonomi. (2) Dari pengambilan keputusan terpusat menuju pengambilan keputusan partisipatif. (3) Dari ruang gerak kaku menuju ruang gerak luwes. (4) Dari pendekatan birokrasi menuju pendekatan profesionalisme. (5) Dari manajemen sentralistik menuju manajemen desentralistik. (6) Dari kebiasaan diatur menuju kebiasaan motivasi diri. (7) Dari over-regulasi menuju deregulasi. (8) Dari mengontrol menuju mempengaruhi. (9) Dari mengarahkan menuju memfasilitasi. (10) Dari menghindar risiko menuju mengolah risiko. (11) Dari menggunakan uang semuanya menuju menggunakan uang seefisien mungkin. (12) Dari individu yang cerdas menuju teamwork yang kompak dan cerdas. (13) Dari informasi terpribadi menuju informasi terbagi. (14) Dari pendelegasian menuju pemberdayaan. (15) Dari organisasi hirarkis menuju organisasi datar
Meski ada sejumlah persoalan penyelenggaraan MBS di sekolah-sekolah, namun pelaksanaan MBS hingga kini semakin bagus sebab framework secara nasional arahnya lebih jelas, ada landasan hukum rule of game MBS sudah sangat jelas yakni ada empat pilar penopang mutu pendidikan.
Pilar pertama, adanya penjaminan mutu eksternal, yakni dengan adanya standar yang dikembangkan BSNP, syarat pendidikan minimal.
Pilar kedua, institusi yang bertugas memenuhi standar pendidikan, yakni lembaga-lembaga pembina sekolah, dari dinas pendidikan kabupaten/kota, provinsi, direktorat hingga Ditjen.
Pilar ketiga, adanya institusi yang pekerjaannya mengecek dan mengevaluasi apakah satuan pendidikan sudah memenuhi standar. Tugas ini diemban Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah BAN-SM menilai akreditasi sekolah dan madrasah. Penilaian berdasar kriteria yang tercantum dalam standar nasional pendidikan.
Pilar keempat, adanya instrumen untuk menilai atau mengecek hasil pendidikan. Bisa berupa sertifikasi, ujian sekolah, ujian nasional atau evaluasi.
MBS semaikin kuat dasar hukumnya sejak ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 51 ayat 1 jelas menyatakan pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Sejumlah pasal lainnya juga mendukung penguatan penerapan MBS, antara lain pasal yang berkaitan dengan pengelolaan dana pendidikan yang berdasar pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik (Pasal 48 ayat 1), dan peran masyarakat (Pasal 55 dan 56)

Kamis, 03 Maret 2011

INDIKATOR MUTU PENDIDIKAN SMP

Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)

Secara umum indikator mutu terwujud dalam kemampuan kecakapan hidup (life skills). Life skills itu mencakup empat aspek, yakni kecakapan sosial (social skills), kecakapan akademik (academic skills), kecakapan personal (personal skills), dan kecakapan vokasional (vocational skills). Kecakapan sosial antara lain mencakup nilai-nilai sikap sopan santun, keterampilan berkomunikasi, tenggang rasa, kerjasama, kerja keras, sportivitas, disiplin, menghargai orang lain, dan lain-lain. Kecakapan akademik terkait dengan hal-hal yang bersifat kemampuan pemahaman pengetahuan (knowledge). Kecakapan personal berhubungan dengan kemampuan memahami dirinya, antara lain bakatnya, minatnya, kekurangan dan kelebihannya, idealismenya, dan sebagainya. Sementara kecakapan vokasional terkait dengan keterampilan dasar yang dimiliki anak untuk memasuki dunia kerja.

Jika materi kecakapan akademik dan kecakapan vokasional diberikan dalam bentuk mata pelajaran, maka nilai-nilai yang terkandung dalam materi kecakapan personal dan kecakapan social diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari dan dalam kegiatan ekstrakurikuler (pramuka,kegiatan olah raga, dan lain-lain)

Dalam konteks yang lebih luas, indicator mutu pendidikan SMP sejalan dengan pandangan terkini tentang keberhasilan seseorang dalam mengarungi kehidupan, yang tidak hanya ditentukan oleh aspek-aspek yang bersifat akademik, tetapi terutama dipengaruhi oleh aspek-aspek yang terkait dengan kemampuan personal dan social. Dengan kata laun, indicator mutu SMP pada era yang akan dating sejalan dengan teori kecerdaan ganda (multiple inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner.

Dalam bukunya berjudul Multiple Intelligence The Theory and Practice (1993), Gardner menyatakan bahwa kecerdasan manusia tidak bersifat tunggal, tetapi majemuk. Kecerdasan matematika (logical) yang dulu diangap mewakili kecerdasan seseorang secara keseluruhan, sebenarnya hanya merupakan salah satu dari delapan jenis kecerdasan. Adapun delapan jenis kecerdasan manusia itu adalah : kecerdasan bahasa (verbal/linguistic), kecerdasan matematika logika (logical/mathematical), kecerdasan musical (musical/rhytmic), kecerdasan visual-spasial (visual/spatial), kecerdasan kinestetik (bodily-kinesthetic), kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis (naturalistic).

Pendidikan SMP tidak hanya mengasah kemampuan otak kiri anak saja yang terkait dengan kemampuan akademiknya, tetapi juga mengembangkan otak kanannya yang terkait dengan emosi, kreativitas, seni, dan kemampuan-kemampuan lain yang berhubungan dengan kecakapan social. Hanya saja di SMP yang diutamakan adalah kecakapan akademik, kecakapan personal, dan kecakapan social, karena untuk menyiapkan anak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Terutama di SMP yang termasuk dalam program RSBI, kecakapan-kecakapan tersebut sangat ditekankan, sementara kecakapan vokasional hamper tidak ada, karena anak-anak setelah lulus dipastikan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Sementara kecakapan vokasional ditekankan kepada anak-anak SMP yang setelah llus diperkirakan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, misalnya SMP terbuka. Selain itu diberikan kepada SMP-SMP yang cukup banyak lulusannya yang tidak melanjutkan ke SMA, misalnya di atas 40%. Itu menjadi sasaran kita untuk memprioritaskan vocational skills.

Untuk mengukur indicator mutu tersebut ada yang gampang dan ada yang susah. Kecakapan akademik, misalnya, lebih gampang diukur melalui ujian hasi;l belajar maupu ujian nasional. Kecakapan vokasional juga mudah diukur melalu tes keterampilan. Namun untuk kecakapan personal dan social, mengukurnya tidak gampang karena bersifat relative. Ukuran-ukuran norma yang berlaku di Suku Jawa, mungkin berbeda dengan yang berlaku di daerah lain.

Sebagai contoh, kalau dalam tradisi budaya Jawa, seseorang yang memberikan sesuatu dengan tangan kiri dianggap tidak sopan. Padahal di daerah lain bisa dinilai sebagai hal yang biasa. Oleh karena itu, ukuran-ukuran ini sekarang harus kita rumuskan, dan berlaku secara normativ. Kita dapat membuat pedoman pengukuran kecakapan sosial yang bersifat generic, yang bisa dipakai oleh berbagai suku bangsa di Indonesia maupun berbagai pemeluk agama

Selasa, 01 Maret 2011

MENUJU SMP BERMUTU

Oleh : Subagio,M.Pd.*)

Tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan bermutu merupakan amanat dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 50 ayat 2 berbunyi :”Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”. Selanjutnya, untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan pada standar nasional pendidikan, maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Di dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut dinyatakan ada delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Seluruh penyelenggaraan pendidikan harus mengacu pada tercapainya delapan standar nasional tersebut.

Selain amanat undang-undang sebagaimana dikemukakan di atas, sekurang-kurangnya ada Sembilan alasan yang mendasari perlunya penyelenggaraan pendidikan SMP yang bermutu. Pertama, dewasa ini kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan bermutu semakin tinggi. Jika penyelenggaraan pendidikan berlangsung ala kadarnya, maka lambat laun akan ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat menyadari bahwa pendidikan telah menjadi salah satu pranata kehidupan social yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa kita. Pendidikan mampu melahirkan masyarakat terpelajar dan berakhlak mulia yang menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat sejahtera. Pendidikan juga meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mampu hidup harmonis dan toleran dalam kemajemukan, sekaligus memperkuat kohesi social dan memantapkan wawasan kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis.

Selain itu, masyarakat menyadari pula bahwa penyelenggaraan pendidikan bermutu bisa memberikan sumbangan nyata bagi pertumbuhan ekonomi memperlihatkan adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan suatu masyarakat dengan kemajuan ekonomi (Depdiknas,2007)

Kedua, secara umum prestasi belajar anak-anak SMP kita jika dibandingkan dengan anak-anak dari Negara lain masih jauh ketinggalan. Paling tidak, gambaran seperti itu tampak pada studi yang dilakukan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of education Achievement), sebuah organisasi yang bergerak di bidang penilaian dan pengukuran pendidikan yang berpusat di Belanda. Berdasarkan hasil survey TIMSS (TRENDS IN International Mathematics and Science Study) tahun 2003 yang diselenggarakan oleh IEA, kemampuan anak-anak Indonesia dalam bidang matematika dan IPA masing-masing berada pada peringkat 34 dan 36 dari 46 negara yang di survey. Singapura menduduki peringkat pertama baik matematika maupun IPA. Malaysia berada di peringkat 10 untuk matematika, dan 20 untuk IPA. Sejumlah Negara maju di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan, jepang, Taiwan, dan Hongkong, mendominasi peringkat teratas baik bidang matematika maupun IPA. Negara-negara tersebut, termasuk Singapura dan Malaysia, dikenal mempunyai perhatian sangat tinggi terhadap pembangunan pendidikan. Hasil survey TIMSS tahun 2007 yang diikuti oleh 48 negara juga menunjukkan bahwa mutu pendidikan SMP kita jauh ketinggalan dari negara-negara lain. Dalam bidang matematika dan IPA masing-masing berada di peringkat 36 dari 48 negara peserta.

Ketiga, penyelenggaraan pendidikan SMP bermutu bernilai sangat strategis karena memungkinkan tersedianya sumber daya manusia (SDM) berkualitas dalam jumlah memadai, yang dikenal dengan critical mass. Ketersediaan SDM berkualitas dalam jumlah cukup itu sangat penting untuk mendorong percepatan pembangunan, khususnya bidang ekonomi. Hal ini terkait erat dengan paradigm kejayaan suatu bangsa, yang kini bertumpu pada knowledge based.

Keempat, SMP merupakan satuan pendidikan yang bertugas memberikan bekal kepada siswa agar setelah lulus mereka mampu melanjutkan ke pendidikan menengah atau pendidikan yang lebih tinggi. Di SMP memang diberikan pula keterampilan dasar. Tetapi karena kecil kemungkinan seorang anak lulusan SMP siap memasuki dunia kerja, maka yang paling utama dari penyelenggaraan pendidikan SMP adalah menyiapkan mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, apakah SLTA umum (SMA/MA) maupun kejuruan (SMK/MAK)

Kelima, masyarakat yang berpendidikan relative lebih mudah diajak maju. Pengalaman selama ini menunjukkan, banyak program pembangunan yang gagal dalam implementasinya lantaran tidak didukung tingkat pendidikan masyarakat. Mereka sangat sulit diajak melakukan hal-hal yang berbau modern.

Keenam, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut masyarakat lebih berpendidikan. Pada tahun 1980-an pelipatgandaan kemajuan ilmu pegetahuan membutuhkan waktu hamper 20 tahun, sekarang ini berlipat ganda hanya dalam hitungan hari. Jadi setiap hari ilmu pengetahuan berkembang luar biasa pesat.

Ketujuh, tingginya tingkat pendidikan suatu bangsa bisa meningkatkan daya saing sebagai contoh Singapura, Korea Selatan, dan Jepang yang suah tuntas pada tingkat wajib belajar 12 tahun. Bahkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tingginya sudah mencapai sekitar 70%. Sementara APK perguruan tinggi Indonesia baru pada kisaran 18%.

Kedelapan, ketuntasan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun berkualitas merupakan bagian dari komitmen bangsa Indonesia terhadap gerakan Education for All (EFA) yang diprakasai UNESCO. EFA menargetkan pada tahun 2015 semua penduduk dunia harus mempunyai akses yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar berkualitas.

Negara-negara di dunia sangat peduli dan berkomitmen melaksanakan EFA karena keberadaan Negara-negara yang tingkat pendidikan penduduknya terbelakang akan menyulitkan Negara-negara lain dalam kancah pergaulan internasional. Jepang, misalnya, yang sekitar 80% daratannya terdiri dari tanah pegunungan sehingga sulit ditanami, sangat bergantung pada suplai makanan dari Negara-negara lain, termasuk dari Indonesia. Sebaliknya Negara-negara lain, termasuk ZIndonesia, yang membutuhkan kendaraan bermotor, sangat bergantung pada Jepang.

Sehingga tingkat kecerdasan suatu bangsa sangat dibutuhkan dalam pergaulan internasional. Investasi yang dating dari luar negeri tidak hanya mempertimbangkan situasi plitik dan keamanan maupun ketersediaan infrastruktur suatu Negara, tetapi juga bagaimana kualitas SDM-nya.

Kesembilan, dilihat dari peserta didik, penyelenggaraan pendidikan SMP bermutu bisa memungkinkan mereka untuk mengarungi hidup yang lebih baik. Mereka akan lebih siap dalam memasuki era globalisasi, sehingga tidak mengalami keterkejutan budya (culture shock). Asumsinya, anak-anak lulusan SMP/ sederajat memiliki kemampuan dasar minimal, yang diharapkan membantu mereka baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya maupun memasuki kehidupan nyata di masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuhnya, akan semakin member peluang lebih besar dalam meraih kesuksesan hidup di masyarakat. Dalam konteks globalisasi, dengan berpendidikan minimal SMP/sederajat maka bangsa kita tidak akan menjadi korban dari derasnya arus globalisasi, melainkan ikut memainkan peranan.
Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan.