Selasa, 13 September 2011

Implementasi Lesson Study pada Program Induksi Guru Pemula

Oleh : Subagio,M.Pd

Program induksi guru pemula (PIGP) progam yang sudah mulai dikembangkan dan dilegalkan dalam sistem pendidikan di Indonesia melalui Permendiknas no 27 tahun 2010. Belum adanya sistem induksi yang diatur secara formal ditengarai menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas guru di Indonesia.
Penulis termasuk salah seorang peserta kegiatan Training of Trainer ( ToT) Program Induksi Guru Pemula (PIGP) bagi kepala sekolah, pengawas sekolah dan widyaiswara dari 16 propinsi “BERMUTU” di Indonesia yang dilaksanakan dari tanggal 16 sampai dengan 20 Mei 2011 di Hotel Grand Jayaraya Jl. Raya Puncak Km 17, Cipayung, Bogor, Jawa Barat yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementrian Pendidikan Nasional, sehingga tulisan ini berdasar pada materi-materi yang penulis dapatkan ketika mengikuti kegiatan tersebut.
Program induksi merupakan program yang memberi kesempatan kepada guru pemula untuk dapat mengembangkan kompetensi mereka sebagai guru dan menyesuaikannya dengan kebutuhan dan budaya sekolah tempat mereka bertugas. Selama masa induksi ini guru pemula bersama pembimbing melakukan kerja sama kolegialitas melalui diskusi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dikembangkan oleh guru pemula maupun untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi guru pemula. Dalam Pasal 1 ayat 1 Permendiknas no 27 tahun 2010 dijelaskan (1). Program induksi bagi guru pemula yang selanjutnya disebut program induksi adalah kegiatan orientasi, pelatihan di tempat kerja, pengembangan, dan praktik pemecahan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran/ bimbingan dan konseling bagi guru pemula pada sekolah/madrasah di tempat tugasnya. Lebih lanjut dalam ayat 2 dijelaskan “Guru pemula adalah guru yang baru pertama kali ditugaskan melaksanakan proses
pembelajaran/bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat”.
Peserta program induksi dalam Pasal 4 Permendiknas tersebut adalah : (a). guru pemula berstatus calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang ditugaskan pada sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah; (b). guru pemula berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mutasi dari jabatan lain; (c). guru pemula bukan PNS yang ditugaskan pada sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Dalam mengembangkan budaya peningkatan profesionalitas pembelajaran serta dalam menumbuhkan kerjasama kesejawatan untuk meningkatkan efektifitas belajar siswa pada masa induksi ini dilakukan melalui rancangan kegiatan Lesson Study (LS). Desain Lesson Study (LS) ini digunakan dengan pertimbangan bahwa melalui kegiatan Lesson Study (LS) guru dan siswa akan terbiasa dengan budaya peningkatan mutu serta terbuka terhadap masukan.
Hasil studi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) membuat gusar Amerika Serikat. IEA, organisasi yang bergerak di bidang penilaian dan pengukuran pendidikan yang berkedudukan di Belanda, menyelenggarakan studi kemampuan matematika dan sains bagi siswa kelas 8. Studi berlabel The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 1994-1995 menempatkan nilai matematika rata-rata siswa Amerika Serikat yang mendapat skor 500, berada di rangking ke-28 dari 41 negara peserta.
Amerika kemudian mengadakan studi banding ke Jepang dan Jerman. Tim studi banding merekam pembelajaran matematika di Jepang dan Jerman.Mereka melakukan analisis, membandingkan dengan pembelajaran matematika di Amerika. Hasilnya, Amerika menyadari tidak memiliki sistem untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Mereka menilai Jepang dan Jerman memiliki sistem peningkatan mutu pembelajaran berkelanjutan.
Para ahli pendidikan Amerika mempelajari jugyokenkyu, yang sudah diterapkan sekolah-sekolah di Jepang untuk meningkatkan mutu pembelajaran secara berkelanjutan.Jugyokenkyu konon telah berkembang di Jepang sejak 1870-an. Jugyo bermakna pembelajaran (lesson) dan kenkyu yang bermakna pengkajian (study, research). Tak lama, jugyokenkyu pun diterapkan di sekolah-sekolah di Amerika, dengan nama populer lesson study.
Lesson study kemudian juga berkembang ke sejumlah negara Eropa dan Australia. Buku The Teaching Gap: Best Ideas from the World’s Teachers for Improving Education in the Classroom (1999) yang ditulis J W Stigler dan J Hiebert turut mendorong perkembangan lesson study di dunia. Buku ini memberi gambaran proses pembelajaran di Jepang, Jerman dan Amerika Serikat. Tradisi pembelajaran yang dilakukan di Jepang, yang dipopulerkan Amerika dengan nama lesson study, menarik perhatian dunia.
Setelah menerapkan lesson study, peringkat Amerika Serikat pada TIMSSRepetition (TIMSS-R) 1999 memang tidak serta merta naik drastis. Skor siswa Amerika hanya naik sedikit menjadi 502 dan berada di peringkat ke-19 dari 39 negara. Namun sudah cukup jauh di atas skor rata-rata internasional yakni 487. Indonesia meraih skor 403 dan berada di posisi ke-35, hanya di atas Chili (392), Filipina (345), Marokko (337), dan Afrika Selatan (275).
Pada The Trend International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003, Amerika Serikat berada di posisi ke-15 dengan skor 504. Capaian ini sudah jauh dari skor rata-rata internasional dari 45 negara peserta studi TIMSS 2003, yang hanya 466. Siswa SMP kelas 8 Indonesia hanya berada di peringkat ke-34 dengan skor 411, masih di bawah skor rata-rata internasional.
Herannya, negara Singapura yang selalu menempati peringkat pertama TIMSS mau mempelajari lesson study. Negeri Asia Tenggara lainnya yang menerapkan lesson study di sekolah-sekolah adalah Thailand dan Vietnam.
Indonesia termasuk negara yang beruntung bisa mempelajari lesson study dengan bantuan dari pemerintah Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Kerjasama teknis berlabel Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Profect (IMSTEP) ditandatangani pada Oktober 1998. IMSTEP dilakukan di IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia), IKIP Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta), dan IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang).
Lesson Study adalah sebuah kegiatan untuk guru yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan professional mereka dengan cara meneliti dan mempelajari implementasi pembelajaran nyata mereka secara obyektif (Hand Out : Yoshitaka Tanaka, JICA Projekt Team,17 Mei 2011). Menurut beberapa ahli, Lesson Study adalah suatu proses sistematis yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk menguji keefektifan pengajarannya dalam rangkan meningkarkan hasil pembelajaran (Garfield,2006). Proses sistematis yang dimaksud adalah kerja guru-guru secara kolaboratif untuk mengembangkan rencana dan perangkat pembelajaran, melakukan observasi, refleksi dan revisi rencana pembelajaran secara bersiklus dan terus menerus. Walker (2005) menyatakan bahwa Lesson Study merupakan suatu metode pengembangan profesional guru. Jadi jelas, selain untuk meningkatkan efeftivitas pembelajaran, Lesson Study juga akan bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi guru, yang pada akhirnya meningkatkan
profesionalisme guru.
Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan see (mereflesikan) yang secara bersiklus dan berkelanjutan. Lesson Study merupakan salah satu wujud pengembangan komunitas belajar (learning community).
Plan bertujuan merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian, tetapi bersama-sama. Beberapa guru dapat berkolaborasi merancang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Perencanaan diawali analisis permasalahan dalam pembelajaran.Masalah itu kemudian dibahas bersama guru-guru, hingga melahirkan lesson plan, teaching materials, berupa media pembelajaran, lembar kerja siswa, dan metode evaluasi. Fokus diskusi pada materi ajar,teaching materials, dan strategi pembelajaran. Diskusi mendorong lahirnya kolegalitas antarguru. Di sini juga tercipta iklim saling belajar antarguru.
Pada tahap ini, pengetahuan guru bisa berkembang secara produktif melalui pertukaran pemahaman tentang masalah yang diajukan. Setiap peserta diskusi mengajukan pendapatnya menurut sudut pandang dan pengalaman masing-masing. Diskusi melahirkan kesepakatan bersama yang bisa jadi merupakan pengetahuan baru dan dapat diterima secara bersama.
Tahap plan juga dilakukan untuk membahas rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan dilaksanakan oleh guru model pada tahapan do.Artinya, RPP merupakan hasil pembahasan bersama, sehingga para guru ketika melakukan observer tidak lagi mempersoalkan hal-hal yang sudah disepakati bersama dalam RPP. RPP yang disusun bersama diharapkan kualitasnya lebih baik jika dibandingkan RPP yang dikembangkan secara individual.
Berkembangnya pengetahuan guru bisa juga didapat saat ia menjadi pengamat (observer), atau melaksanakan tahap do. Tahapan do atau pelaksanaan adalah menerapkan apa yang sudah direncanakan. Biasanya, dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplemen tasikan pembelajaran, atau biasa disebut guru model. Pada pelaksanaan induksi guru modelnya sudah pasti guru pemula. Ditetapkan juga kelas model untuk mengujicoba efektivitas model pembelajaran yang telah dirancang.
Guru-guru lain, bertindak sebagai pengamat pembelajaran (observer). Pengamat pada pelaksanaan induksi yang utama adalah guru pembimbing, biasanya sebelum pembelajaran ada briefieng untuk menjelaskan kegiatan open class, atau pembelajaran di kelas model
Selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat. Apalagi terlibat aktivitas pembelajaran. Para pengamat dapat melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalui video atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi.
Keberadaan para pengamat di dalam ruangan kelas disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk bisa belajar. Pengamat bukan melakukan evaluasi terhadap guru model. Observer mengamati respons dan perilaku siswa RPP yang disusun bersama para guru. Latar belakang para observer yang berbeda ini tentunya memunculkan variasi hasil pengamatan. Temuan hasil observasi yang beragam tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran pengetahuan secara lebih produktif sehingga masing- masing guru mampu mendapatkan pengetahuan pembelajaran yang lebih komplit.
Apa yang jadi pengamatan dalam pembelajaran dibahas dalam tahap ketiga, yakni see (refleksi). Pada refleksi, yang dilakukan seusai pembelajaran, guru dan pengamat mendiskusikan hasil pelaksanaan. Diskusi dipandu oleh moderator yang sudah ditunjuk. Releksi dimulai dengan memberikan kesempatan kepada guru menyampaikan kesan saat pembelajaran. Setelah itu para pengamat diminta berkomentar berkenaan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Kritik dan saran para pengamat disampaikan secara bijak, buka untuk mengevaluasi guru.
Hal-hal yang lebih terperinci dari setiap tahapan. Tahapan Plan mencakup empat langkah; (1) Menganalisis topik (2) Menganalisis realitas siswa, (3) Membuat Rencana Pembelajaran, dan (4) Memeriksa Rencana Pembelajaran. Pada tahapan Do mencakup tiga langkah; (5) Membangkitkan minat siswa, (6) Menyadari pembelajaran bermakna bagi siswa, dan (7) Menyimpulkan pelajaran. Tahapan See adalah (8) Merefleksi pelajaran. Hasil dari tahapan See akan diberikan kembali pada tahapan Plan dan Do untuk peningkatan pelajaran selanjutnya.
Implementasi lesson study pada program induksi adalah sebagai berikut :
1.Tahapan “Plan” pada PIGP kegiatan yang dilakukan adalah : Persiapan Pembimbingan : dalam Menyusun Perencanaan Pembelajaran, yang mengembangkan Model Pembelajaran dengan pen dekatan Student centered dan strategi discovery inquiry
2. Tahapan “Do” pada PIGP kegiatan yang dilakukan adalah :
Observasi Pembelajaran dalam pembimbingan (a) Pembimbing observasi pada fokus sub kompetensi yang disepakati, maksimal 5 (lima) sub kompetensi dari 14 kompetensi guru pada setiap pelaksanaan, kemudian pelaksanaan observasi yang dilakukan terhadap focus sub-kompetensi yang telah disepakati, dan diakhiri pertemuan pascaobservasi untuk membahas hasil observasi dan memberikan umpan balik berdasarkan focus sub-kompetensi yang telah disepakati bersama, berupa ulasan tentang hal-hal yang sudah baik dan hal yang perlu dikembangkan. (b) Observer lain mengamati interaksi peserta didik-peserta didik dengan kelompok, dengan bahan ajar, dengan guru

3. Tahapan “See” pada PIGP kegiatan yang dilakukan adalah : (a) Refeksi proses pembelajaran pada pasca observasi (PIGP) (b) Pengkajian Hasil Refleksi di MGMP Sekolah dan MGMP Kab/Kota
Subagio,M.Pd, adalah Kepala SMP Negeri 2 Cibeureum Kab. Kuningan

Sabtu, 14 Mei 2011

Model Pembelajaran Sekolah Kategori Mandiri-Sekolah Standar Nasional

Oleh: Depdiknas

Mutu kegiatan belajar-mengajar akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pelaksanaan SKM/SSN. Oleh karena itu, kegiatan belajar-mengajar bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat dicapai hasil percepatan belajar secara optimal, dan sebaliknya. Seperti dikemukakan Caroll dan Bloom (1974 dalam Munandar, 2001) bahwa banyak peserta didik yang memiliki bakat, minat, kemampuan dan kecerdasan luar biasa, bahkan sebaliknya maka dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar dapat diterapkan pelayanan individual dan pelayanan kelompok.

Pemberian layanan secara individual membawa implikasi dalam manajemen yakni penambahan tenaga, sarana dan dana. Oleh karena itu dilakukan gabungan antara layanan individual dan kelompok, dengan pengertian bahwa pada umumnya layanan pendidikan diberikan pada kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan dalam matapelajaran yang sama. Meskipun kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara kelompok, penilaian terhadap kemajuan hasil belajar merupakan penilaian kemampuan individu setiap peserta didik. Kecuali penilaian yang dirancang untuk mengetahui kemampuan dan kemajuan belajar/ hasil kerja kelompok.
Model pembelajaran yang dilaksanakan saat ini mengacu pada prinsip-prinsip yang dikemukakan Bruner (Munandar, 2001) yaitu memberikan pengalaman khusus yang dapat dipahami peserta didik; pengajaran diberikan sesuai dengan struktur pengetahuan/keilmuan sehingga peserta didik lebih siap menyerapnya; susunan penyajian pengajaran yang lebih efektif dan dipertimbangkan ganjaran yang sesuai. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada SKM/SSN tidak hanya ditekankan pada pencapaian aspek intelektual saja, melainkan dalam pembelajaran perlu diciptakan kegiatan dan suasana belajar yang memungkinkan berkembangnya semua dimensi dalam pendidikan, seperti: watak, kepribadian, intelektual, emosional dan sosial. Sehingga diharapkan tercapai kemajuan dan perkembangan yang seimbang antara semua dimensi tersebut.
Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai dimensi di atas, adalah strategi pembelajaran yang terfokus pada belajar bagaimana seharusnya belajar (Zamroni, 2000). Strategi ini harus menekankan pada perkembangan kemampuan intelektual tinggi, memiliki kepekaan (sensitif) terhadap kemajuan belajar dari tingkat konseptual rendah ke tingkat intelektual tinggi. Untuk itu metode pembelajaran yang paling sesuai antara lain metode pembelajaran induktif, divergen dan berpikir evaluatif. Pembelajaran model hafalan pada pembelajaran program siswa yang memiliki kemampuan lebih sejauh mungkin dicegah dengan memberikan tekanan pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif.
Dari pemaparan di atas sesungguhnya pembelajaran yang terjadi merupakan impelemntasi dari model Dick dan Carey dimana peran guru atau tugas utama guru adalah sebagai perancang pembelajaran, dengan peranan tambahan sebagai pelaksana dan penilai kegiatan belajar mengajar (Riyanto, 2001). Dengan kata lain strategi belajar mengajar yang terapkan dalam mengajar pada SKM/SSN bukan hanya menekankan pada aspek intelektual saja melainkan pada juga pada proses kreatif dan berfikir tinggi dalam bentuk strategi belajar yang bervariasi yang harus diciptakan oleh guru secara kreatif.
Menurut Arends (2001) seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran harus menampilkan tiga aspek penting. Ketiga aspek ini adalah: (1) kepemimpinan, (2) pemberian instruksi melalui tatap muka dengan peserta didik, (3) bekerja dengan peserta didik, kolega, dan orang tua. Untuk membangun kelas dan sekolah sebagai organisasi belajar, ketiga aspek tersebut harus terpadu.
Pada aspek kepemimpinan, banyak peran guru sama dengan peran pemimpin yang bekerja pada tipe organisasi lain. Pemimpin diharapkan mampu merencanakan, memotivasi, dan mengkoordinasi pekerjaan sehingga tiap individu dapat bekerja secara independen, dan membantu memformulasi serta menilai pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus merancang dan melakukan pekerjaan secara efisien, kreatif, tampil menarik dan berwibawa sebagai seorang aktor di depan kelas, serta hasilnya harus memenuhi standar kualitas.
Pada aspek pemberian instruksi, guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas melalui tatap muka menyampaikan informasi dan mengarahkan apa yang harus dilakukan peserta didik. Pada apsek ini hal yang perlu diperhatikan adalah unsur konsentrasi atau perhatian peserta didik terhadap uraian materi yang disampaikan guru. Pada umumnya perhatian penuh peserta didik berlangsung pada 5 sampai 10 menit pertama, setelah itu perhatiannya akan turun. Untuk itu guru harus berusaha menjaga perhatian peserta didik, misalnya dengan memberi contoh penggunaan materi atau konsep yang diajarkan di lapangan.
Pada aspek kerja sama, untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal guru harus melakukan kerjasama dengan peserta didik, kolega guru, dan orang tua. Masalah yang dihadapi guru dapat berupa masalah di kelas, atau masalah individu peserta didik. Masalah di kelas dapat didiskusikan dengan guru lain yang mengajar di kelas yang sama atau yang mengajar mata pelajaran sama di kelas lain. Masalah individu peserta didik dibicarakan dengan orang tua peserta didik. Dengan demikian semua masalah yang terjadi di kelas dapat diselesaikan.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik dan sumber belajar. Pembelajaran di kelas terjadi karena ada interaksi antara peserta didik dengan guru. Guru tidak saja memberi instruksi, tetapi juga bertindak sebagai anggota organisasi belajar dan sebagai pemimpin pada lingkungan kerja yang komplek. Semua perilaku guru di dalam dan di luar kelas akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional yang berpusat pada guru dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta didik (Arends, 2001). Model pembelajaran tradisonal terdiri atas ceramah atau presentasi, instruksi langsung, dan pengajaran konsep. Model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik atau konstruktivis terdiri atas belajar kooperatif, instruksi berbasis masalah, dan diskusi kelas.
Ada dua hal utama yang perlu diperhatikan pada model pembelajaran sekolah mandiri, yaitu : (1) pembelajaran, dan (2) evaluasi. Peran utama guru di sekolah adalah melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang menggunakan teknik, metode, dan strategi yang sistematik untuk mengkreasi perpaduan yang ideal antara kurikulum dan peserta didik secara sistematik.
Teknik pembelajaran adalah bagian dari setiap metode, dan beberapa metode digabung menjadi strategi, yang merupakan kombinasi kemampuan dan keterampilan guru untuk menerapkan metode dan strategi pembelajaran. Teknik yang banyak digunakan antara lain : (1) menyampaikan informasi, (2) memotivasi, (3) memberi penguatan, (4) mendengarkan, (5) memberi dan menjawab pertanyaan, dan (6) pengelolaan.
Strategi pembelajaran adalah kombinasi metode yang berurutan dan dirancang agar peserta didik mencapai standar kompetensi. Menururt Kindsvatter, Wilen, & Ishler (1996:169) strategi formal yang dikembangkan berdasarkan penelitian pembelajaran yang efektif dan menekankan pada hasil belajar yang lebih tinggi adalah:
1. Pengajaran aktif : fokus akademik, pembelajaran diarahkan oleh guru dengan menggunakan bahan yang terstruktur dan berurutan.
2. Pembelajaran masteri: suatu pendekatan diagnostik individu pada pembelajaran di mana peserta didik melakukan pembelajaran dan diuji sesuai dengan kecepatannya untuk mencapai kompetensi.
3. Pembelajaran kooperatif : penggunaan tutor sebaya, pembelajaran grup, dan kerjasama untuk mendorong peserta didik belajar.
Model pembelajaran pada SKM/SSN menekankan pada potensi dan kebutuhan peserta didik agar mampu belajar mandiri yang dibangun melalui komunitas belajar di kelas. Strategi untuk memotivasi peserta didik membangun komunitas belajar tersebut meliputi : (1) meyakini potensi peserta didik, (2) membangun motivasi intrinsik, (3) menggunakan perasaan positif, (4) membangun minat belajar peserta didik, (5) membangun belajar yang menyenangkan, (6) memenuhi kebutuhan peserta didik, (7) mencapai tujuan pembelajaran, dan (8) memfasilitasi pengembangan kelompok.
Secara ringkas prinsip pembelajaran pada SKM/SSN adalah :
1. Berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar.
2. Menggunakan berbagai metode yang memudahkan peserta didik belajar.
3. Proses pembelajaran bersifat kontekstual.
4. Interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi, menantang dan dalam iklim yang kondusif.
5. Menekankan pada kemampuan dan kemauan bertanya dari peserta didik
6. Dilakukan melalui kelompok belajar dan tutor sebaya.
7. Mengalokasikan waktu sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik
8. Melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai dengan hasil evaluasi formatif.
Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Senin, 28 Maret 2011

LAPORAN HASIL STUDY VISIT

LAPORAN HASIL STUDY VISIT
KE
SMPN 1 CIKONENG
KABUPATEN CIAMIS






MKKS GUGUS LURAGUNG
KABUPATEN KUNINGAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN HASIL STUDY VISIT
KE
SMPN 1 CIKONENG
KABUPATEN CIAMIS

KETUA MKKS GUGUS LURAGUNG
KABUPATEN KUNINGAN

Drs. H. Ebon Shobari,M.Pd
NIP 19691203 198603 1 007


Mengetahui/ Mengesahkan

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kuningan


Drs. H. DADANG SUPARDAN,M.Si
Pembina Tk.I
NIP 19591218 198603 1 009
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyusun LAPORAN HASIL STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG KABUPATEN CIAMIS ini dengan lancar.
Penyusunan laporan ini sebagai salah satu bukti dokumen pelaksanaan kegiatan program
BERMUTU ( Better Education through Reformed Management and Universal Theacher Up Grading ) Tahun 2011 MKKS GUGUS LURAGUNG Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kuningan.
Dengan diselesaikannya laporan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunanannya.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan.
Akhir kata, penulis berharap LAPORAN HASIL STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG KABUPATEN CIAMIS ini semoga bermanfaat bagi pembaca. Amin

Luragung, Februari 2011
ii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Rasional ………………………….............................. 1
1.2 Tujuan………………………………............................... 2
1.3 Sasaran………………………..…………............................ 2
1.4 Materi…………………………..………………………….................... 3
1.5 Output……………………………………............……………………………………. 5
1.6 Waktu .......................................... 5
1.7 Pembiayaan ..................................... 6
1.8 Mekanisme ..................................... 6
1.9 Tata Tertib Study visit ........................ 6
BAB II. PELAKSANAAN DAN HASIL

2.1. Pelaksanaan …………………...........................…………… 8
2.2. Hasil uraian pelaksanaan ke SMP N 1 Cikoneng....................................... 9
2.3 Tindak Lanjut ………………………………………………................. 9

BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………............................. 10
3.2 Saran……………………………………………............................. 10
LAMPIRAN-LAMPIRAN
- Foto kegiatan
- Dokumen yang diperoleh
- Jadwal study visit
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. RASIONAL

Study visit merupakan suatu kegiatan kunjungan belajar dengan tujuan untuk mempelajari aspek-aspek yang dianggap lebih baik dan lebih berhasil yang dilakukan oleh lembaga atau sekolah dalam mengelola kegiatan pembelajaran.
Dalam proses pengelolaan study visit, kelompok kerja yang akan belajar kepada kelompok lain yang dianggap lebih berhasil terjadi proses identifikasi aspek yang dianggap perlu ditingkatkan, identifikasi kelompok-kelompok lain yang mempunyai kelebihan di aspek yang serupa dengan hasilnya, dan lebih penting lagi, bagaimana mereka melakukannya.
Hal ini memungkinkan kelompok kerja mengembangkan rencana bagaimana membuat perbaikan atau mengadaptasi praktik terbaik tertentu, biasanya dengan tujuan meningkatkan beberapa aspek kinerja. Proses pembandingan dalam study visit mungkin dilakukan satu kali, tetapi sering dianggap sebagai suatu proses yang berkesinambungan di mana kelompok kerja terus berusaha untuk meningkatkan praktik-praktik mereka.
Secara sederhana pengelolaan study visit, terdiri atas tiga tahap yaitu perencanaan, pelakasanaan, dan pelaporan. Perencanaan dapat dituangkan dalam sebuah panduan. Rancangan kegiatan untuk study visit, yang dibuat secara rinci dan matang akan lebih mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan dimaksud.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah melengkapi peraturan sebelumnya yaitu UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang di antaranya mengatur bahwa penugasan menjadi kepala sekolah harus sesuai standar, karena kepala sekolah memegang peran penting, selain itu mutu pendidikan di sekolah bergantung pada kepala sekolahnya. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan standar sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Namun kenyataan masih ada kepala sekolah yang kurang memahami secara mendalam standar kompetensi ini.
Sehingga untuk lebih memahami pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tersebut MKKS BERMUTU Gugus Luragung melaksanakan kegiatan study visit ke sekolah unggulan yang ada di kabupaten Ciamis.
1.2. TUJUAN

Study visit ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:
1. Memperoleh gambaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
2. Memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang membuat SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) berhasil melaksanakan model pembelajaran inovatif di sekolahnya;
3. Memperoleh informasi fasilitas belajar yang tersedia di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
4. Memperoleh gambaran pelaksanaan program unggulan di SMP N 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)

1.3. SASARAN
Sasaran yang akan dikunjungi dalam kegiatan study visit adalah SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) Sekolah unggul berkategori sekolah berbudaya bersih dengan pedoman kebersihan sebagian dari iman.


1.4. MATERI
Kegiatan Study visit tanggal 14 Februari 2011, acara dilaksanakan di aula dengan susunan sebagai berikut : (1) Pembukaan, (2) Sambutan (3) Dialog (4) Penutup
(1) Pembukaan : Acara dibuka dengan bacaan Basmalah diteruskan dengan pembacaan Ayat suci Al Qur’an.
(2) Sambutan (a). Dari perwakilan Robongan MKKS kab Kuningan drs. H Ridwan Solich,S.Pd, melaporkan peserta sebanyak 128 orang dari lima Gugus BERMUTU yang ada di Kabupaten Kuningan dan mengucapkan terima kasih atas penerimaan tuan rumah dengan ada satu pertanyaan yang sangat urgent : Kenapa sekolah negeri memiliki kolam renang (b). Dari Kepala SMPN 1 Cikoneng H Jenal Lukmanul hakim,M.Pd, permohonan maaf apabila pelaksanaan tidak sesuai dengan yang diharapkan juga permohonan maaf acara tidak bisa dihadiri ketua MKKS Kabupaten Ciamis Dr.H Aming Efendi,M.Pd yang merupakan perintis untuk kemajuan SMPN 1 Cikoneng, sehubungan beliau sedang ada rapat penyusunan RKA, lebih lanjut bapak H Jenal menjelaskan SMPN 1 Cikoneng melaksanakan satuan terpisah artinya pelaksanaan KBM antara putra dan putri dipisahkan, SMPN 1 Cikoneng status nya Sekolah Standar Nasional (SSN) tahun 2011 mandiri di sekolah sudah menerapkan Permen tentang pembagian tugas mengajar guru melaksanakan 24 jam pelajaran sehingga untuk PNS sudah ada 3 orang mengajukan mutasi guru ke sekolah lain, tenaga pengajar 95% berlatang pendidikan S1, 4 orang S2, dan S2 1 orang. Kurikulum yang digunakan di SMPN 1 Cikoneng adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan ciri khusus atau khas mengedepankan kehidupan islami ditandai dengan mengucapkan salam apabila siswa,guru,kepala sekolah dan staf Tata Usaha bertemu; Pelaksaan pembacaan Al Qur’an secara bersama setiasp pagi; Tiap hari Jum.at dan hari sabtu Training baca tulis Al Qur’an dengan bimbinganguru-guru ustad yang ada di sekolah juga dari para kiayi dari pesntren lingkungan sekitar; Bila ada siswa yangberbicara kasar langsung di tegurdan dipanggil guru BP/BK; Prestasi juara 1 tingkat propinsi dalam bidang UKS (sekolah sehat) dengan rencana menjadi sekolah adiwiyata; strategi “Keberhasilan dengan motto kebersihan sebagian dari pada iman, sebab dengan lingkungan yang bersih, sehat akan merasa nyaman di sekolah” Untuk lebih jelasnya nanti para peserta study visit disilahkan menghubungi Penanggungjawab 8 Standar Nasional Pendidikan yang ada di SMPN 1 Cikoneng
(3) Dialog : diisi dengan tanya jawab dari peserta study visit, Pertanyaan 1. Program unggulan, proses mencapai program tersebut jawab : sekolah ditata selama 15 tahun dan seirring berlakunya tidak ada lagi sumbangan bulanan sekolah menerapkan Inpak atau sumbangan sukarela untuk meggalang dana dari oarang tua siswa, sehingga kondisi sekolah seperti saat ini,dan hasilnya di tahun 2010 mendapat kepercayaan masyarakat dengan predikat sekolah unggulan islami dengan proses “Siswa diwajibkan tinggal dilingkungan sekolah” Pertanyaan 2 Inpak atau sumbangan dilakukan kapan Jawab inpak atau sumbangan sukarela dilakukan pada saat momen tertentu dan tidak menggunakan kwitansi pada orang tua siswa sedangkan pemasukan danan tetap dicatat dibukukan dan ada laporan penggunaannya.
Pertanyaan 3, Apa landasan pacu, kebijakan awal, tujuan, target atau sasaran, Jawab : terinspirasi lingkungan sekitar berdasar kajian siswa tidak bisa baca tulis Al Qur’an, tujuan sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu membentuk “akhlak mulia” dengan kata kunci “Pesantren bisa menyelenggarakan sekolah kenapa sekolah tidak bisa melaksanakan pendidikan seperti pesantren”
(4) Penutup : Sebelum ditutup dengan do’a dibuat kesimpulan oleh pembawa acara dengan komitmen dan dengan bantuan semua pihak untuk melaksanakan program-program di SMPN 1 Cikoneng melalui : Kahayang,Kadaek,Kaiklas artinya untuk mencapai suatu keinginan keudian muncul ide dan tidak selalu dengan dukungan finansial
1.5. OUTPUT

1. Informasi tentang gambaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
2. Informasi tentang faktor-faktor yang membuat SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) berhasil melaksanakan model pembelajaran inovatif di sekolahnya;
3. Informasi fasilitas belajar yang tersedia di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
4. Informasi pelaksanaan program unggulan di SMP N 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)
5. Informasi perangkat pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran inovatif (menerapkan PAKEM)

1.6. WAKTU
Kegiatan study visit ke SMP N 1 Cikoneng dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2011 pada pukul 07.00 s.d 13.00. Dilaksanakan selama satu hari, kegiatan dimulai dengan menunggu berkumpulnya seluruh peserta, perjalanan dilakukan mulai pukul 07.30 dan sampai ke lokasi tujuan pukul 10.30 kegiatan dilaksanakan di aula SMPN 1 Cikoneng dengan dialog terbuka dengan seluruh nara sumber (stake holders ) yang ada di SMPN 1 Cikoneng dengan tujuan untuk : Memperoleh gambaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN), Memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang membuat SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN) berhasil melaksanakan model pembelajaran inovatif di sekolahnya, Memperoleh informasi fasilitas belajar yang tersedia di SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN), Memperoleh gambaran pelaksanaan program unggulan di SMP N 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis (SSN)

1.7. PEMBIAYAAN
Biaya study visit bersumber dari dana yang teralokasi dalam DBL yang telah diterima MKKS Gugus Luragung. Rincian biaya yang diperlukan dibuat secara terpisah dan didukung dengan bukti-bukti pengeluaran sesuai keperluan.
1.8. MEKANISME
Pelaksanaan study visit dilakukan dengan kunjungan ke SMP unggul. Sebagai wujud dari hasil pelaksanaan study visit, setiap peserta diharuskan mengisi lembaran angket atau instrumen yang telah disiapkan oleh MKKS Gugus Luragung sebagai bahan Laporan kegiatan study visit, laporan hasil study visit harus mencakup: latar belakang, tujuan, sasaran, materi, output, pelaksanaan kunjungan, hasil kunjungan, kesimpulan, dan saran serta menyampaikan ringkasan (abstrak) laporan hasil study visit untuk dimuat dalam journal atau media lain, khusus untuk MKKS Gugus Luragung hasil-hasil kegiatan BERMUTU juga bisa di akses di internet dengan alamat http://mkksgugusluragung.blogspot.com
1.9. TATA TERTIB STUDY VISIT
Tata tertib untuk peserta disusun mencakup persiapan, pelaksanaan, dan tidak lanjut. Persiapan terkait dengan pemberitahuan ke unsur terkait dalam study visit, menyusun jadwal kegiatan, dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam study visit. Tata tertib pelaksanaan study visit mencakup: (1) pelaksanaan study visit sesuai jadwal yang telah disusun; (2) keharusan menggunakan instrumen yang telah dipersiapkan untuk menjaring data pada study visit; (3) keharusan menggali informasi yang lengkap dari SMP yang dikunjungi; (4) mencatat semua informasi yang diperoleh melalui study visit; (5) mengumpulkan dokumen yang diperlukan sebagai kelengkapan study visit. Sedangkan tata tertib tindak lanjut mencakup: (1) pengolahan hasil study visit dan menyusun laporannya sesuai rambu-rambu; (2) memperbaiki program serta pelaksanaan kegiatan di MKKS atau MGMP; dan (3) memperbaiki pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, sebagai implementasi hasil study visit.


BAB II
PELAKSANAAN DAN HASIL

2.1 Pelaksanaan
Waktu Pelaksanaan (visitasi ke SMP) Kegiatan study visit ke SMPN 1 Cikoneng Kabupaten Ciamis dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2011 pukul 07.00 s.d 13.00, dilaksanakan di aula sekolah : Kepala SMPN 1 Cikoneng H Jenal Lukmanul hakim,M.Pd, menyampaikan permohonan maaf apabila pelaksanaan tidak sesuai dengan yang diharapkan juga permohonan maaf acara tidak bisa dihadiri ketua MKKS Kabupaten Ciamis Dr.H Aming Efendi,M.Pd yang merupakan perintis untuk kemajuan SMPN 1 Cikoneng, sehubungan beliau sedang ada rapat penyusunan RKA, lebih lanjut bapak H Jenal menjelaskan SMPN 1 Cikoneng melaksanakan satuan terpisah artinya pelaksanaan KBM antara putra dan putri dipisahkan, SMPN 1 Cikoneng status nya Sekolah Standar Nasional (SSN) tahun 2011 mandiri di sekolah sudah menerapkan Permen tentang pembagian tugas mengajar guru melaksanakan 24 jam pelajaran sehingga untuk PNS sudah ada 3 orang mengajukan mutasi guru ke sekolah lain, tenaga pengajar 95% berlatang pendidikan S1, 4 orang S2, dan S2 1 orang. Kurikulum yang digunakan di SMPN 1 Cikoneng adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan ciri khusus atau khas mengedepankan kehidupan islami ditandai dengan mengucapkan salam apabila siswa,guru,kepala sekolah dan staf Tata Usaha bertemu; Pelaksaan pembacaan Al Qur’an secara bersama setiasp pagi; Tiap hari Jum.at dan hari sabtu Training baca tulis Al Qur’an dengan bimbinganguru-guru ustad yang ada di sekolah juga dari para kiayi dari pesntren lingkungan sekitar; Bila ada siswa yangberbicara kasar langsung di tegurdan dipanggil guru BP/BK; Prestasi juara 1 tingkat propinsi dalam bidang UKS (sekolah sehat) dengan rencana menjadi sekolah adiwiyata; strategi “Keberhasilan dengan motto kebersihan sebagian dari pada iman, sebab dengan lingkungan yang bersih, sehat akan merasa nyaman di sekolah” Untuk lebih jelasnya nanti para peserta study visit disilahkan menghubungi Penanggungjawab 8 Standar Nasional Pendidikan yang ada di SMPN 1 Cikoneng.


2.2 Hasil (uraian pelaksanaan )
Dari hasil wawancara dengan bapak kepala SMPN 1Cikoneng sebagai berikut :
INSTRUMEN WAWANCARA STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG Hari Senin, 14 Februari 2011
1. Apa visi dan misi sekolah ?
Berbudaya iman dan takwa berwawasan lingkungan sehat unggul dalam ilmu sukses dan berprestasi siap menjadi generasi handal dan dipercaya.

2. Dari visi misi tersebut, apa yang menjadi prioritas sasaran untuk tahun sekarang ?
Menuju sekolah sehat ( sekolah adiwiyata) di tingkat nasional

3. Program unggulan apa yang dikembangkan di sekolah ini ?
Sekolah berbudaya bersih dengan motto : “kebersihan sebagian dari pada Iman”

4. Bagaimana proses mencapai program unggulan tersebut ?
Berdasarkan kajian kognitif, afektif dan psiokomotor muncul ide/gagasan untuk memajukan sekolah yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Cikoneng yang berbasis islam dengan mendatangkan kiai setempat dan dengan bimbingan guru/ustad yang ada bekerja sama untuk mewujudkan program tersebut.

5. Apa kendala yang dihadapi dalam mencapai program di atas ?
a. Masyarakat lingkungan sekolah tidak percaya terhadap program sekolah.
b. Pendanaan kurang mendukung.

6. Hal positif apa yang dapat dipetik sekolah dalam mengulirkan program
unggulan di atas ?
a. Siswa berperilaku baik.
b. Lingkungan sekolah bersih dan tertata dengan baik.
c. Lulusan terampil baca tulis Al Qur’an.

2.3 Tindak Lanjut
Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan melalui program Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) menyelenggarakan program Dana Bantuan Langsung untuk Kelompok Kerja dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah. Tujuan dari program dimaksud adalah untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah. Laporan ini disusun sebagai pertanggungjawaban Penggunaan Dana Bantuan Langsung Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Gugus Luragung sebagai penerima Dana Bantuan Langsung (DBL) tersebut,telah melaksanakan satu rangkaian kegiatan study visit, ke sekolah lain yang dianggap lebih berhasil terjadi proses identifikasi aspek yang dianggap perlu ditingkatkan, identifikasi kelompok-kelompok lain yang mempunyai kelebihan di aspek yang serupa dengan hasilnya, dan lebih penting lagi, bagaimana mereka melakukannya.
Hal ini memungkinkan kelompok kerja mengembangkan rencana bagaimana membuat perbaikan atau mengadaptasi praktik terbaik tertentu, biasanya dengan tujuan meningkatkan beberapa aspek kinerja. Proses pembandingan dalam study visit mungkin dilakukan satu kali, tetapi sering dianggap sebagai suatu proses yang berkesinambungan di mana kelompok kerja terus berusaha untuk meningkatkan praktik-praktik mereka.
Secara sederhana pengelolaan study visit, terdiri atas tiga tahap yaitu perencanaan, pelakasanaan, dan pelaporan. Perencanaan dapat dituangkan dalam sebuah panduan. Rancangan kegiatan untuk study visit, yang dibuat secara rinci dan matang akan lebih mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan dimaksud.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah melengkapi peraturan sebelumnya yaitu UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang di antaranya mengatur bahwa penugasan menjadi kepala sekolah harus sesuai standar, karena kepala sekolah memegang peran penting, selain itu mutu pendidikan di sekolah bergantung pada kepala sekolahnya. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan standar sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Dengan demikian kepala sekolah harus memahami secara mendalam standar kompetensi ini.
Dengan dilaksanakan study visit ke SMPN 1 Cikoneng kepala sekolah anggota MKKS Gugus Luragung mendapat gambaran yang jelas tentang pengelolaan sekolah yang telah mengarah pada ketentuan yang sesuai dengan harapan pemerintah.

3.2 SARAN

Bagi para kepala sekolah anggota MKKS Gugus Luragung diharapkan setelah melaksanakan study visit dapat menerapkan hasilnya di sekolah masing-masing dengan demikian harapan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia segera terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama dan kesenjangan mutu pendidikan antara sekolah reguler dengan sekolah standar nasional tidak terlalu jauh dalam hal pengelolaan / manajemen sekolah.


LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto kegiatan
Dokumen yang diperoleh
Jadwal study visit

Lampiran : Contoh Instrumen Untuk Study Visit
INSTRUMEN WAWANCARA
STUDY VISIT KE SMPN 1 CIKONENG
Hari Senin, 14 Februari 2011
1. Apa visi dan misi sekolah ?
...........................................................................................................................

...........................................................................................................................

............................................................................................................................
2. Dari visi misi tersebut, apa yang menjadi prioritas sasaran untuk tahun sekarang ?

.............................................................................................................................

............................................................................................................................

............................................................................................................................
3. Program unggulan apa yang dikembangkan di sekolah ini ?
............................................................................................................................
............................................................................................................................
............................................................................................................................
4. Bagaimana proses mencapai program unggulan tersebut ?
............................................................................................................................
............................................................................................................................
.............................................................................................................................
5. Apa kendala yang dihadapi dalam mencapai program di atas ?
............................................................................................................................
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
6. Hal positif apa yang dapat dipetik sekolah dalam mengulirkan program
unggulan di atas ?
..............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

Minggu, 13 Maret 2011

LIMA PERAN KEPALA SEKOLAH

Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan)

Kepala sekolah saat ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk memimpin secara efektif baik dari sisi biaya maupun wewenang. Untuk itu menurut Administrator Pendidikan Iowa State profesor dan penulis blog Dangerously Irrelevant, Scott McLeod menyatakan "jika para kepala sekolah tidak mengerti, maka semua itu tidak akan terjadi". Untuk "terjadi", saat ini para kepala sekolah harus mempunyai peran sebagai visioner, agen perubahan, kepala di bidang pendidikan, role model dan manajer.

Jika kita benar-benar berkomitmen untuk mempersiapkan siswa kita untuk masa depan, penting bagi para kepala sekolah untuk melihat cakrawala untuk memproyeksikan bagaimana teknologi akan mengubah lanskap pendidikan dalam waktu yang tidak begitu jauh di masa depan. Visioner melihat ke masa depan, sementara futuristik mempromosikan berpikir dengan anggota komunitas sekolah dan memiliki kemampuan untuk menghubungkan ide-ide dari industri dan bidang lain untuk pendidikan. Jadi tunggu apa lagi jadikan sekolah anda lingkungan pembelajar, hingga semua orang bersedia dan mau belajar dan belajar kembali (learn and relearn)

Pemimpin adalah manusia, tetapi tidak semua manusia adalah pemimpin. Kepala sekolah adalah sosok manusia yang idealnya memiliki visi, mampu memberikan inspirasi & motivasi, serta kompeten ( Kouzes & Posner ) . Dimana tidak ada visi, masyarakat menjadi liar, anarkis, dan kacau balau. Sebab dimana tidak ada visi, di sana sesungguhnya tidak ada pemimpin ( Andrias Harefa ). Substansinya adalah organisasi tidak akan pernah berjalan dengan baik tanpa visi yang mampu memberikan inspirasi, membangkitkan motivasi, melejitkan antusiasme untuk berkarya, menanamkan nilai-nilai perjuangan dan kerja keras yang luar biasa hebat.

Untuk menjadi seorang kepala sekolah yang visioner, maka kita dapat belajar pada perjalanan hidup seorang Henry Ford, Bill Gates, Nelson Mandela, dan Soekarnao-Hatta. dalam sejarah bisnis, visi Ford menggerakkan "rakyat" dalam industri otomotif, pertama-tama di Amerika, tetapi juga berdampak ke banyak negara lainnya. Visi Bill Gates membangkitkan "rakyat" Microsoft dan membawa mereka menjadi sebuah korporat piranti lunak raksasa, menguasai sekitar 80 persen pangsa pasar software dunia pada hari ini. Visi Nelson Mandela tentang masyarakat Afrika Selatan yang terbebas dari cengkeraman rasialisme yang tidak manusiawi telah membuatnya tahan menderita di penjara selama 27 tahun.

Visi Soekarno-hatta di tahun 20-an tentang Indonesia merdeka telah memberi makna pada jiwa mereka ketika harus dibuang dan diasingkan tanpa alasan yang rasional. Dan, ketika visi Indonesia merdeka itu telah menjadi visi bersama, maka harapan pun datang bagai badai disertai gelegar keberanian yang gegap gempita, sehingga tak lagi mampu dibendung oleh kolonialisme Belanda. Kecerdasan pemakan keju yang dilengkapi dengan berbagai senjata modern, ternyata tak mampu membunuh visi bersama miliki bangsa pemakan singkong yang cuma punya bambu runcing untuk memperjuangkan harkat dan martabatnya sebagai bangsa.
Tanpa visi, seorang pemimpin akan kehilangan motivasi untuk berjuang dalam berkarya, dan akan kehilangan keberanian untuk memperjuangkan visinya agar dapat memberikan kebermanfaatan bagi umat manusia. Yang paling penting, sitem organisasi akan berjalan tak tentu arah, potensi diri bawahan tak terbedayakan, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai seorang pemimpin mencerminkan sosok yang "tidak berdaya"

Banyak sekali model perubahan hasil penelitian yang ada di buku maupun sumber-sumber lain. Silahkan menggunakan yang paling cocok untuk sekolah anda. Seperti kita ketahui, mengelola perubahan sama saja dengan mengelola sumber daya manusia yang ada di sekolah kita. Agen perubahan yang cerdas akan dengan gigih berpatokan pada satu model yang dianggapnya benar sambil tetap terbuka dan membangun saling pengertian dengan guru, siswa dan orang tua, dan terus berusaha dalam jangka panjang. Semua elemen yang ada di sekolah harus memahami proses ini. Pemahaan ini berasal dari diskusi dan dialog terbuka bahwa kepala bosa memulai dan memimpin perubahan. Guru adalah agen perubahan. Di manapun guru berada dia harus dapat membawa perubahan bagi masyarakat di sekelilingnya. dia harus mampu menjadi motivator dan fasilitator bagi anak didiknya agar mampu menguasai ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Karena itu belajar sepanjang hayat jelas harus dilakukan terus menerus oleh seorang guru. Jangan sampai ada guru yang benar-benar "jadul" di tengah derasnya arus informasi dan komunikasi ini.
Para kepala sekolah harus selalu menjadi seorang pemimpin di bidang pendidikan, tetapi di abad 21 ini kepala sekolah mesti mengerti apa yang efektif dalam penggunaan sumber-sumber belajar, teknologi, dan praktek terbaik dalam belajar-mengajar dan ia sadar betul bahwa tujuan siswa datang ke sekolah adalah untuk belajar. kepala sekolah yang berhasil selalu berusaha menggali informasi dari manapun. karenanya seberapapun banyaknya perubahan, sejatinya tujuan belajar dan mengajar tidak berubah karena secara fundamental tetap sama. Kepala sekolah yang baik harus terlebih dahulu mengetahui kurikulum dan kemudian menggunakan pendekatan strategi lain untuk membuat kurikulum bisa berjalan dengan efektif di lapangan. Kepala sekolah harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada guru tentang tujuan mereka, proses yang mereka lakukan dan produk pembelajaran yang dihasilkan.

Kepala sekolah bukan satu-satunya determinan bagi efektif tidaknya suatu sekolah karena masih banyak faktor lain yang perlu diperhitungkan. Ada guru yang dipandang sebagai faktor kunci yang berhadapan langsung dengan para peserta didik dan masih ada lagi sejumlah masukan instrumental dan masukan lingkungan yang mempengaruhi proses pembelajaran. Namun, kepala sekolah memainkan peran yang sangat penting (Lightfoot, 1983:lihat juga telaahan mutakhir trends & issues manajemen pendidikan yang dikompilasi dalam ERIC,2002). Kepala sekolah bukan manajer sebuah unit produksi yang hanya menghasilkan barang mati, seperti manajer pabrik yang menghasilkan sepatu, misalnya. Lebih dari para manajer lainnya, ia adalah pemimpin pendidikan yang bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan anggotanya mendayagunakan dan mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Dalam lingkungan sperti itu, para guru dan peserta didik termotivasi untuk saling belajar, saling memotivasi, dan saling memberdayakan, suasana seperti itu memeri ruang untuk saling belajar melalui keteladanan, belajar bertanggungjawab, serta belajar mengembangkan kompetensi sepenuhnya, bukan sekedar kompetensi kognitif. Kepala sekolah seharusnya berada di garda paling depan dalam hal peneladanan, pemotivasian, dan pemberdayaan itu. Apakah ini barang baru? Sama sekali tidak karena jauh sebelumnya Ki Hadjar Dewantara telah berujar dengan pernyataannya yang terkenal itu: ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Sebenarnya pekerjaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolahnya tidak pernah ringan. Sudah sekian lama birokrasi pemerintahan negara kita tidak banyak membantu kepala sekolah mengatasi kerumitan itu. Sudah sejak lama pula para kepala sekolah berhadapan dengan situasi di mana mereka lebih banyak tergantung pada konteks dan periferal pekerjaannya. Mereka sering berada pada posisi nirdaya dalam situasi ketika pemimpin mereka benar-benar diperlukan. Oleh sebab itu, diperlukan paradigma baru untuk menanggalkan ketergantungan yang selama ini telah memerangkap para kepala sekoah yang sebagian sebenarnya mungkin telah bekerja dengan serius. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dipandang banyak pihak dapat memberi ruang gerak lebih longgar bagi kepala sekolah untuk meningkatkan mutu sekolahnya. Konsepnya bagus karena MBS adalah strategi untuk meningkatkan kemandirian para pengelola pendidikan dengan memindahkan wewenang pengambilan keputusan penting dari pemerintah pusat dan daerah ke level paling operasional, yaitu sekolah. hasilnya masih belum jelas karena penerapannya ternyata juga masih harus menunggu kerelaan birokrasi pendidikan (daerah dan pusat) untuk mendelegasikan powernya.
sementara para kepala sekolah lain bekerja untuk meningkatkan tugas-tugas administrasi saja, saat yang sama kepala sekolah yang cerdas mampu melakukan "walk the talk" dan menunjukkan bahwa dia bersedia untuk belajar dan mengambil resiko dengan teknologi baru atau strategi pembelajaran yang baru. Jika sekolah berusaha menerapkan hal yang baru baik itu teknologi maupun hal lain, kepala sekolah mesti bisa menjadi contoh untuk mau mencoba dan menerapkannya dalam tugas keseharian mereka. Dengan demikian guru, siswa semuanya mendapat contoh tentang bagaimana berubah.

Tidak ada Kepala sekolah yang ahli dalam semua bidang, begitu pula guru-guru yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah yang jempolan bisa mendistribusikan arus pengetahuan di sekolahnya hingga yang terjadi sekolah bisa menjadi 'sebuah komunitas pembelajar yang profesional'. Misalnya dengan mengadakan sesi khusus yang disitu guru bisa saling mengajarkan hal baru satu sama lain. Bidangnya bisa apa saja dari teknologi sampai strategi belajar mengajar yang terbaru.
Banyak tugas guru yang harus dijalankan sebagai kepala sekolah, karena sekolah merupakan kehidupan yangserba dinamis dan persoalan selalu ada tidak kenal waktu dan tempat. apakah persoalan menyangkut kurikulum, guru, anak didik, orang tua/wali, komite sekolah, masyarakat setempat, bahkan sorotan dari opini publik dan belum lagi berbagai krisis dekadensi moral dikalangan anak didik. Untuk mengimbangi krisis yang ada, kepala sekolah tidak hanya dituntut sebagai edukator, negosiator dan administrator, melainkan juga harus berperan sebagai manajer dan supervisor yang mampu menerapkan manajemen bermutu.

Indikasinya ada pada iklim kerja dan proses pembelajaran yang konstruktif, berkreasi serta berprestasi. Dan inilah sebenarnya menjadi visi, misi dan strayegi bagi kepala sekolah di dalam menjalankan fungsinya bersama-sama dengan aparat dan stkeholder untuk mewujudkan sekoah bermutu dan akan bermuara kepada pendidikan bermutu.
Manajemen sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan penggunaan sumber daya yang ada dan yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kepala sekolah bertanggungjawab atas jalannya lembaga sekolah dan kegiatannya. Kepala sekolah berada di garda terdepan dan dapat diukur keberhasilannya. Pencapaian visi, misi maupun strategi mesti dijalankan secara bersama, semua sumber daya manusia yang ada harus dilibatkan, dan semuanya bertanggung jawab untuk menjalankan dan mengimplementasikan apa yang sudah digariskan.
tentunya didalam pelaksanaan peran dan tanggungjawab kepala sekoah sebagai manajer sangat besar. Indikator keberhasilan kepala sekolah dapat dilihat dari sejauh mana visi, misi dan strategi yang ada dapat dijalankan sehingga semua yang terlibat dapat melakukannya. Dampak dari semua itu, apa yang disebutkan di atas dapat tercapai.

Pada prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan di perusahaan. Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan. Yang dihasilkan oleh manajemen sekolah adalah manusia yang berubah. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti, dari yang tidak berpengalaman menjadi berpengalaman, dari yang tidak bisa menjadi bisa, sehingga menghasilkan SDM yang bermutu. Sedangkan sasaran manajemen perusahaan itu pada kualitas produksi benda-benda mati.

Jadi, manajemen sekolah berandil kuat pada pemebntukan kualitas manusia yang merupakan generasi penerus bangsa. Atensi masyarakat yang telah teralienasikan akibat propaganda wacana teknologi dalam pembelajaran harus segera diobati dengan mengedepankan wacana kualitas kepala sekolah. Realitas sekolah itu dimanage oleh kepala sekolah bukan pada kata-kata para marketer yang mengejar target siswa demi perolehan bonus.
Para ahli melihat bahwa salah satu input strategis bagi langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep yang berbasiskan sumber daya manusia demi suatu profitabilitas yang tinggi. Tak ada salahnya konsep ini dipakai di sekolah. Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah tergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah untuk suatu keberhasilan yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia dalam diri peserta didik dan penghargaan bagi rekan-rekan pendidik sebagai insan yang kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa.

Untuk diingat, bahwa keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang ada di sekolah tersebut. Peran kepala sekolah adalah orang utama dan pertama yang bertanggungjawab terhadap maju, mundurnya dan berkembangnya suatu sekolah, maka dari itulah diperlukan kepala sekolah yang benar-benar memahami dan menghayati akan tanggungjawabnya sebagai orang yang didahulukan selangkah dan diangkat setingkat dari keloga-koleganya sesama guru.

sumber :
http://subagio-subagio.blogspot.com

Manajemen Berbasis Sekolah

Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan)

Salah satu upaya meningkatkan mutu sekolah adalah dengan membenahi mutu guru, selain para guru mendapat pelatihan sekolah juga mendapat bantuan peralatan untuk pembelajaran, meskipun dengan adanya bantuan peralatan dan melatih guru-guru tidak otomatis kualitas sekolah menjadi bagus. Menurut Dr Umaedi,M.Ed (2010) kegagalan program peningkatan mutu tersebut disebabkan setidaknya oleh tiga faktor :
Pertama, strategi pembangunan pendidikan yang lebih bersifat input oriented. Artinya, strategi peningkatan mutu lebih bersandar kepada asumsi bahwa bila semua input pendidikan telah dipenuhi, misalnya penyediaan buku-buku dan alat-alat belajar, sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan, maka secara otomatis satuan pendidikan akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu. Strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek,1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional pada masa lalu lebih bersifat birokratik-sentralistik, sehingga sekolah sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang jalurnya bisa sangat panjang. Kadang, kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Sekolah hanya menjadi sub-ordinasi dari birokrasi di atasnya, sehingga kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas, untuk mengembangkan dan memajukan sekolah, termasuk peningkatan mutu pendidikan.
Ketiga, peran serta warga sekolah, khususnya guru, dan masyarakat, khususnya orang tua siswa, dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah juga sangat tergantung pada guru.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diantaranya mengatur standar nasional pendidikan (SNP). Standar tersebut menjadi acuan peningkatan mutu seluruh institusi pendidikan di negeri ini. Acuan rinci SNP dijabarkan dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Seperti dinyatakan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang dimaksud dengan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar prasarana dan sarana pendidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Perlunya peningkatan mutu SMP, sesuai dengan penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 11 pemerintah berkewajiban mendorong sekolah-sekolah kategori potensial (calon SSN), Sekolah Standar Nasional (SSN), maupun SSN berkeunggulan lokal agar pada akhirnya benar-benar mampu mencapai predikat Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN) dirintis tahun 2004 didukung oleh pemberlaakuan MBS. Di Indonesia, cikal bakal MBS adalah program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS)
MBS yang dikembangkan di banyak negara mempunyai banyak model. Menurut Leithwood dan Menzies (1998), setidaknya terdapat empat model, yaitu : (1) Kontrol administratif, kepala sekolah dominan sebagai representasi dari administrasi pendidikan. (2) Kontrol profesional, pendidik menerima otoritas. (3) Kontrol masyarakat, kelompok masyarakat dan orang tua peserta didik, melalui Komite Sekolah, terlibat dalam kegiatan sekolah. (4) Kontrol secara seimbang, orang tua siswa dan kelompok profesional (kepala sekolah dan pendidik) saling bekerja sama secara seimbang.
Model-model MBS itu merupakan varian yang muncul dalam otonomi pendidikan, MBS model pertama, yakni peran kepala sekolah lebih dominan, telah melahirkan sosok kepala sekolah sebagai raja-raja kecil yang berkuasa di sekolah.
MBS model kedua melibatkan para guru dalam manajemen sekolah, MBS model ketiga telah melibatkan masyarakat dan orang tua siswa dalam kegiatan sekolah. Sedangkan MBS model keempat adalah seperti yang diterapkan saat ini. Model ini ditopang hubungan sinergis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, yang diharapkan dapat mendongkrak upaya mutu pendidikan.
Karakteristik sekolah yang melaksanakan MBS : (1) Proses belajar-mengajar yang efektivitasnya tinggi. (2) Kepemimpinan sekolah kuat. (3) Lingkungan sekolah aman dan tertib. (4) Pengelolaan tenaga kependidikan efektif. (5) Memiliki budaya mutu. (6) Memiliki tim kerja yang kompak, cerdas, dan dinamis. (7) Memiliki kewenangan (kemandirian). (8) Partisipasi tinggi dari warga sekolah dan masyarakat. (9) Memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen. (10) Memiliki kemauan untuk berubah. (11) Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. (12) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan. (13) Memiliki komunikasi yang baik. (14) Memiliki akuntabilitas. (15) Memiliki Kemampuan menjaga keberlanjutan.
Perubahan pola manajemen pendidikan lama (manajemen berbasis pusat) ke pola baru (MBS) antara lain : (1) Dari sub-ordinasi menuju otonomi. (2) Dari pengambilan keputusan terpusat menuju pengambilan keputusan partisipatif. (3) Dari ruang gerak kaku menuju ruang gerak luwes. (4) Dari pendekatan birokrasi menuju pendekatan profesionalisme. (5) Dari manajemen sentralistik menuju manajemen desentralistik. (6) Dari kebiasaan diatur menuju kebiasaan motivasi diri. (7) Dari over-regulasi menuju deregulasi. (8) Dari mengontrol menuju mempengaruhi. (9) Dari mengarahkan menuju memfasilitasi. (10) Dari menghindar risiko menuju mengolah risiko. (11) Dari menggunakan uang semuanya menuju menggunakan uang seefisien mungkin. (12) Dari individu yang cerdas menuju teamwork yang kompak dan cerdas. (13) Dari informasi terpribadi menuju informasi terbagi. (14) Dari pendelegasian menuju pemberdayaan. (15) Dari organisasi hirarkis menuju organisasi datar
Meski ada sejumlah persoalan penyelenggaraan MBS di sekolah-sekolah, namun pelaksanaan MBS hingga kini semakin bagus sebab framework secara nasional arahnya lebih jelas, ada landasan hukum rule of game MBS sudah sangat jelas yakni ada empat pilar penopang mutu pendidikan.
Pilar pertama, adanya penjaminan mutu eksternal, yakni dengan adanya standar yang dikembangkan BSNP, syarat pendidikan minimal.
Pilar kedua, institusi yang bertugas memenuhi standar pendidikan, yakni lembaga-lembaga pembina sekolah, dari dinas pendidikan kabupaten/kota, provinsi, direktorat hingga Ditjen.
Pilar ketiga, adanya institusi yang pekerjaannya mengecek dan mengevaluasi apakah satuan pendidikan sudah memenuhi standar. Tugas ini diemban Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah BAN-SM menilai akreditasi sekolah dan madrasah. Penilaian berdasar kriteria yang tercantum dalam standar nasional pendidikan.
Pilar keempat, adanya instrumen untuk menilai atau mengecek hasil pendidikan. Bisa berupa sertifikasi, ujian sekolah, ujian nasional atau evaluasi.
MBS semaikin kuat dasar hukumnya sejak ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 51 ayat 1 jelas menyatakan pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Sejumlah pasal lainnya juga mendukung penguatan penerapan MBS, antara lain pasal yang berkaitan dengan pengelolaan dana pendidikan yang berdasar pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik (Pasal 48 ayat 1), dan peran masyarakat (Pasal 55 dan 56)

Kamis, 03 Maret 2011

INDIKATOR MUTU PENDIDIKAN SMP

Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)

Secara umum indikator mutu terwujud dalam kemampuan kecakapan hidup (life skills). Life skills itu mencakup empat aspek, yakni kecakapan sosial (social skills), kecakapan akademik (academic skills), kecakapan personal (personal skills), dan kecakapan vokasional (vocational skills). Kecakapan sosial antara lain mencakup nilai-nilai sikap sopan santun, keterampilan berkomunikasi, tenggang rasa, kerjasama, kerja keras, sportivitas, disiplin, menghargai orang lain, dan lain-lain. Kecakapan akademik terkait dengan hal-hal yang bersifat kemampuan pemahaman pengetahuan (knowledge). Kecakapan personal berhubungan dengan kemampuan memahami dirinya, antara lain bakatnya, minatnya, kekurangan dan kelebihannya, idealismenya, dan sebagainya. Sementara kecakapan vokasional terkait dengan keterampilan dasar yang dimiliki anak untuk memasuki dunia kerja.

Jika materi kecakapan akademik dan kecakapan vokasional diberikan dalam bentuk mata pelajaran, maka nilai-nilai yang terkandung dalam materi kecakapan personal dan kecakapan social diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari dan dalam kegiatan ekstrakurikuler (pramuka,kegiatan olah raga, dan lain-lain)

Dalam konteks yang lebih luas, indicator mutu pendidikan SMP sejalan dengan pandangan terkini tentang keberhasilan seseorang dalam mengarungi kehidupan, yang tidak hanya ditentukan oleh aspek-aspek yang bersifat akademik, tetapi terutama dipengaruhi oleh aspek-aspek yang terkait dengan kemampuan personal dan social. Dengan kata laun, indicator mutu SMP pada era yang akan dating sejalan dengan teori kecerdaan ganda (multiple inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner.

Dalam bukunya berjudul Multiple Intelligence The Theory and Practice (1993), Gardner menyatakan bahwa kecerdasan manusia tidak bersifat tunggal, tetapi majemuk. Kecerdasan matematika (logical) yang dulu diangap mewakili kecerdasan seseorang secara keseluruhan, sebenarnya hanya merupakan salah satu dari delapan jenis kecerdasan. Adapun delapan jenis kecerdasan manusia itu adalah : kecerdasan bahasa (verbal/linguistic), kecerdasan matematika logika (logical/mathematical), kecerdasan musical (musical/rhytmic), kecerdasan visual-spasial (visual/spatial), kecerdasan kinestetik (bodily-kinesthetic), kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis (naturalistic).

Pendidikan SMP tidak hanya mengasah kemampuan otak kiri anak saja yang terkait dengan kemampuan akademiknya, tetapi juga mengembangkan otak kanannya yang terkait dengan emosi, kreativitas, seni, dan kemampuan-kemampuan lain yang berhubungan dengan kecakapan social. Hanya saja di SMP yang diutamakan adalah kecakapan akademik, kecakapan personal, dan kecakapan social, karena untuk menyiapkan anak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Terutama di SMP yang termasuk dalam program RSBI, kecakapan-kecakapan tersebut sangat ditekankan, sementara kecakapan vokasional hamper tidak ada, karena anak-anak setelah lulus dipastikan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Sementara kecakapan vokasional ditekankan kepada anak-anak SMP yang setelah llus diperkirakan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, misalnya SMP terbuka. Selain itu diberikan kepada SMP-SMP yang cukup banyak lulusannya yang tidak melanjutkan ke SMA, misalnya di atas 40%. Itu menjadi sasaran kita untuk memprioritaskan vocational skills.

Untuk mengukur indicator mutu tersebut ada yang gampang dan ada yang susah. Kecakapan akademik, misalnya, lebih gampang diukur melalui ujian hasi;l belajar maupu ujian nasional. Kecakapan vokasional juga mudah diukur melalu tes keterampilan. Namun untuk kecakapan personal dan social, mengukurnya tidak gampang karena bersifat relative. Ukuran-ukuran norma yang berlaku di Suku Jawa, mungkin berbeda dengan yang berlaku di daerah lain.

Sebagai contoh, kalau dalam tradisi budaya Jawa, seseorang yang memberikan sesuatu dengan tangan kiri dianggap tidak sopan. Padahal di daerah lain bisa dinilai sebagai hal yang biasa. Oleh karena itu, ukuran-ukuran ini sekarang harus kita rumuskan, dan berlaku secara normativ. Kita dapat membuat pedoman pengukuran kecakapan sosial yang bersifat generic, yang bisa dipakai oleh berbagai suku bangsa di Indonesia maupun berbagai pemeluk agama

Selasa, 01 Maret 2011

MENUJU SMP BERMUTU

Oleh : Subagio,M.Pd.*)

Tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan bermutu merupakan amanat dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 50 ayat 2 berbunyi :”Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”. Selanjutnya, untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan pada standar nasional pendidikan, maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Di dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut dinyatakan ada delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Seluruh penyelenggaraan pendidikan harus mengacu pada tercapainya delapan standar nasional tersebut.

Selain amanat undang-undang sebagaimana dikemukakan di atas, sekurang-kurangnya ada Sembilan alasan yang mendasari perlunya penyelenggaraan pendidikan SMP yang bermutu. Pertama, dewasa ini kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan bermutu semakin tinggi. Jika penyelenggaraan pendidikan berlangsung ala kadarnya, maka lambat laun akan ditinggalkan oleh masyarakat. Masyarakat menyadari bahwa pendidikan telah menjadi salah satu pranata kehidupan social yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa kita. Pendidikan mampu melahirkan masyarakat terpelajar dan berakhlak mulia yang menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat sejahtera. Pendidikan juga meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mampu hidup harmonis dan toleran dalam kemajemukan, sekaligus memperkuat kohesi social dan memantapkan wawasan kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis.

Selain itu, masyarakat menyadari pula bahwa penyelenggaraan pendidikan bermutu bisa memberikan sumbangan nyata bagi pertumbuhan ekonomi memperlihatkan adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan suatu masyarakat dengan kemajuan ekonomi (Depdiknas,2007)

Kedua, secara umum prestasi belajar anak-anak SMP kita jika dibandingkan dengan anak-anak dari Negara lain masih jauh ketinggalan. Paling tidak, gambaran seperti itu tampak pada studi yang dilakukan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of education Achievement), sebuah organisasi yang bergerak di bidang penilaian dan pengukuran pendidikan yang berpusat di Belanda. Berdasarkan hasil survey TIMSS (TRENDS IN International Mathematics and Science Study) tahun 2003 yang diselenggarakan oleh IEA, kemampuan anak-anak Indonesia dalam bidang matematika dan IPA masing-masing berada pada peringkat 34 dan 36 dari 46 negara yang di survey. Singapura menduduki peringkat pertama baik matematika maupun IPA. Malaysia berada di peringkat 10 untuk matematika, dan 20 untuk IPA. Sejumlah Negara maju di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan, jepang, Taiwan, dan Hongkong, mendominasi peringkat teratas baik bidang matematika maupun IPA. Negara-negara tersebut, termasuk Singapura dan Malaysia, dikenal mempunyai perhatian sangat tinggi terhadap pembangunan pendidikan. Hasil survey TIMSS tahun 2007 yang diikuti oleh 48 negara juga menunjukkan bahwa mutu pendidikan SMP kita jauh ketinggalan dari negara-negara lain. Dalam bidang matematika dan IPA masing-masing berada di peringkat 36 dari 48 negara peserta.

Ketiga, penyelenggaraan pendidikan SMP bermutu bernilai sangat strategis karena memungkinkan tersedianya sumber daya manusia (SDM) berkualitas dalam jumlah memadai, yang dikenal dengan critical mass. Ketersediaan SDM berkualitas dalam jumlah cukup itu sangat penting untuk mendorong percepatan pembangunan, khususnya bidang ekonomi. Hal ini terkait erat dengan paradigm kejayaan suatu bangsa, yang kini bertumpu pada knowledge based.

Keempat, SMP merupakan satuan pendidikan yang bertugas memberikan bekal kepada siswa agar setelah lulus mereka mampu melanjutkan ke pendidikan menengah atau pendidikan yang lebih tinggi. Di SMP memang diberikan pula keterampilan dasar. Tetapi karena kecil kemungkinan seorang anak lulusan SMP siap memasuki dunia kerja, maka yang paling utama dari penyelenggaraan pendidikan SMP adalah menyiapkan mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, apakah SLTA umum (SMA/MA) maupun kejuruan (SMK/MAK)

Kelima, masyarakat yang berpendidikan relative lebih mudah diajak maju. Pengalaman selama ini menunjukkan, banyak program pembangunan yang gagal dalam implementasinya lantaran tidak didukung tingkat pendidikan masyarakat. Mereka sangat sulit diajak melakukan hal-hal yang berbau modern.

Keenam, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut masyarakat lebih berpendidikan. Pada tahun 1980-an pelipatgandaan kemajuan ilmu pegetahuan membutuhkan waktu hamper 20 tahun, sekarang ini berlipat ganda hanya dalam hitungan hari. Jadi setiap hari ilmu pengetahuan berkembang luar biasa pesat.

Ketujuh, tingginya tingkat pendidikan suatu bangsa bisa meningkatkan daya saing sebagai contoh Singapura, Korea Selatan, dan Jepang yang suah tuntas pada tingkat wajib belajar 12 tahun. Bahkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tingginya sudah mencapai sekitar 70%. Sementara APK perguruan tinggi Indonesia baru pada kisaran 18%.

Kedelapan, ketuntasan program Wajar Dikdas Sembilan Tahun berkualitas merupakan bagian dari komitmen bangsa Indonesia terhadap gerakan Education for All (EFA) yang diprakasai UNESCO. EFA menargetkan pada tahun 2015 semua penduduk dunia harus mempunyai akses yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar berkualitas.

Negara-negara di dunia sangat peduli dan berkomitmen melaksanakan EFA karena keberadaan Negara-negara yang tingkat pendidikan penduduknya terbelakang akan menyulitkan Negara-negara lain dalam kancah pergaulan internasional. Jepang, misalnya, yang sekitar 80% daratannya terdiri dari tanah pegunungan sehingga sulit ditanami, sangat bergantung pada suplai makanan dari Negara-negara lain, termasuk dari Indonesia. Sebaliknya Negara-negara lain, termasuk ZIndonesia, yang membutuhkan kendaraan bermotor, sangat bergantung pada Jepang.

Sehingga tingkat kecerdasan suatu bangsa sangat dibutuhkan dalam pergaulan internasional. Investasi yang dating dari luar negeri tidak hanya mempertimbangkan situasi plitik dan keamanan maupun ketersediaan infrastruktur suatu Negara, tetapi juga bagaimana kualitas SDM-nya.

Kesembilan, dilihat dari peserta didik, penyelenggaraan pendidikan SMP bermutu bisa memungkinkan mereka untuk mengarungi hidup yang lebih baik. Mereka akan lebih siap dalam memasuki era globalisasi, sehingga tidak mengalami keterkejutan budya (culture shock). Asumsinya, anak-anak lulusan SMP/ sederajat memiliki kemampuan dasar minimal, yang diharapkan membantu mereka baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya maupun memasuki kehidupan nyata di masyarakat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuhnya, akan semakin member peluang lebih besar dalam meraih kesuksesan hidup di masyarakat. Dalam konteks globalisasi, dengan berpendidikan minimal SMP/sederajat maka bangsa kita tidak akan menjadi korban dari derasnya arus globalisasi, melainkan ikut memainkan peranan.
Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan.

Senin, 28 Februari 2011

LAPORAN BEST PRACTICE BAB 1

LAPORAN BEST PRACTICE
PENINGKATAN PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
DI SMPN 2 CIBEUREUM
KABUPATEN KUNINGAN



Disusun oleh :
Subagio,M.Pd.
Kepala SMPN 2 Cibeureum
Kab. Kuningan




DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
KABUPATEN KUNINGAN
2010

LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
DI SMPN 2 CIBEUREUM
KABUPATEN KUNINGAN



Penulis
SUBAGIO,M.Pd.
NIP 19650607 198903 1 008



Mengetahui/ Mengesahkan

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kuningan


Drs. H. DADANG SUPARDAN,M.Si
Pembina Tk.I
NIP 19591218 198603 1 009
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyusun Best Pragtice judul Peningkatan Program Pengembangan Diri Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di SMPN 2 Cibeureum Kabupaten Kuningan ini dengan lancar.
Penulisan best practice ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam penilaian lomba Kepala Sekolah Berprestasi Tahun 2010 dilingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kuningan.
Dengan diselesaikannya best practice ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunanannya.
Penulis menyadari bahwa best practice ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan.
Akhir kata, penulis berharap best practice ini semoga bermanfaat bagi pembaca. Amin

Cibeureum, Desember 2010
Penulis,

Subagio,M.Pd
NIP 19650607 198903 1 008

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Profil singkat kepala sekolah (penulis)
Profil singkat sekolah

BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………. 8
BAB III KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI OPERASIONAL…..………………….. 17


LAMPIRAN







Profil singkat kepala sekolah (penulis)
NAMA DAN BIODATA KEPALA SMP N 2 CIBEUREUM
a. Nama : Subagio,M.Pd.
b. Tempat dan Tanggal Lahir : Cirebon, 7 Juni 1965
c. Agama : Islam
d. Pangkat / Gol. / NIP : Pembina Tk. I/IVB/19650607 198903 1 008
e. Jabatan : Kepala Sekolah
f. Unit Kerja : SMPN 2 CIBEUREUM
g. Alamat Kantor : Jl. Raya Cibeureum No 02 Cibeureum E_mail smpnduacibeureum@rocketmail.com
i. Alamat Rumah :
j. Email / Hand Phone : subagio_2009@yahoo.co.id /

PENELITIAN :
1. Pengaruh Pendekatan Mengajar dengan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar Matematika.
2. Pengajaran Matematika dengan Pendekatan Konstektual pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Siswa Kelas IX di SMP Negeri 2 Cigugur Kabupaten Kuningan.
3. Studi mengenai Sikap SMP Negeri 2 Cigugur terhadap Pembelajaran Berbasis Masalah, Pokok bahasan Lingkaran di kelas VIII.
4. Peningkatan Kinerja Guru melalui Supervisi Edukatif Kolaboratif Secara Periodik di SMP N 2 Cibeureum Kabupaten Kuningan.
KARYA TULIS :
1. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin.
2. Mengubah Sekolah Membangun Pendidikan.
3. Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah.
4. Profesionalitas Guru dan Profil Guru Yang Memikat Hati ( 1 )
5. Implementasi Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
6. Profesionalitas Guru dan Profil Guru Yang Memikat Hati ( 2 )
7. Peran Kepala Sekolah dalam Pemberdayaan Guru.
8. Peran Pemimpin Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
9. Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa.
10. Lima Peran Kepala Sekolah di abad 21
PESERTA PELATIHAN/SEMINAR/LOKAKARYA
1. Peserta Seminar Sehari Pendidikan Matematika, tahun 1996, Kuningan.
2. Peserta Seminar Sehari Pendidikan Matematika, tahun 1996, Cirebon.
3. Peserta Seminar Prospek Pendidikan Di Era Otonomi Daerah, tahun 2001, Cirebon.
4. Peserta Seminar Pendidikan, tahun 2002
5. Peserta Seminar Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Akreditasi sekolah tahun ,Kuningan.
6. Peserta Seminar Starategi Implementasi Kurikulum 2004 , tahun 2004.
7. Peserta Seminar Pendidikan Nasional Psikologi Pendidikan , tahun 2006, Cirebon.
8. Peserta Seminar Nasional Reaksentuasi Kekuatan Diplomasi, tahun 2006, Kuningan.
9. Peserta Seminar Nasional Pengusulan KH. Hasan Maolani Sebagai Pahlawan Nasional, tahun 2007,Kuningan.
10. Peserta Seminar Nasional Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi Dan Sertifikasi PTK, tahun 2007.
11. Peserta Seminar Nasional Strategi Penyusunan Portofolio Dalam rangka Pelaksanaan Sertifikasi Guru. Tahun 2007, Cirebon.
12. Peserta Seminar Nasional Peningkatan PTK Melalui Pemaham Standar Pengelolaan Pendidikan, Tahun 2007.
13. Peserta Seminar Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Pengembangan Bahan Ajar Dan Rancangan Penilaian Hasil Belajar, tahun 2007.
14. Peserta Seminar Nasional Pengembangan Profesi Guru, tahun 2007.
15. Peserta Seminar Reposisi Guru Dalam Pembangunan Nasional, tahun 2007.
16. Peserta Seminar Pendidikan Nasional Membangun Pendidikan Berkualitas Melalui Peningakatan Kualifikasi, Kualifikasi Dan Sertifikasi Pendidikan, tahun 2008.
17. Peserta Seminar Pendidikan Strategi Terpadu Dan Harmonisasi Anatar Sekolah Dan Orang Tua Untuk Keberhasilan UAN Bersama, tahun 2008, Kuningan.
18. Peserta Seminar Nasional Pengembangan Potensi Diri Kiat Menjadi Pendidik Profesional, tahun 2008.
19. Peserta Seminar Strategi Menembus Profesionalisme Guru, tahun 2008.
20. Peserta Seminar Nasional Pendidikan Pengembangan Profesionalisme Guru Dalam Menjawab Tantangan Global, tahun 2008.
21. Peserta Seminar Pendidikan Sehari Sosialisasi Pelayanan Prima Pembelajaran Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Dalam rangka Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Di Era Globalisasi, tahun 2008.
22. Peserta Seminar Nasional Pendidikan Peluang Profesionalitas dan Kesejahteraan Guru, tahun 2009.
23. Peserta Seminar Nasional Pendidikan Mengubah Paradigma Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Dalam Upaya Mengimplementasikan 8 Standar Nasional pendidikan, tahun 2009.

24. Peserta Seminar Nasional Pendidikan Optimalisasi Profesionalisme Guru melalui Pendekatan Organisasi dan Teknologi Informasi, tahun 2009.
25. Peserta Seminar of Teaching Cretivity in teacher Profesionalism, tahun 2010, Kuningan.
Profil singkat sekolah

Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Cibeuruem
Alamat : Jalan / Desa : Raya Cibeureum – Cibingbin
Kecamatan / Kab. / Kota. : Kec.Cibeureum Kab. Kuningan
No. Telp / HP : -
1. Nama Yayasan ( bagi swasta ) : -
alamat Yayasan 7 No. Telp : -
2. NSS / NSM/NDS : 20.21.3015
3. Jenang Akreditasi : Negeri
4. Tahun didirikan : 1996
5. Tahun Beroprasi : 1997
6. Kepemilikan Tanah : Pemerintah
a. Status tanah : Akte-Jual Beli ( Hak Milik )
b. Luas tanah : 3650 m2
7. Status Bangunan milik : Pemerintah
8. Luas seluruh Bangunan : 1836 m2
9. No. Rekening Rutin Sekolah : ..........................Nama bank...............................Cabang .................
10. Data siswa dalam 2 ( dua ) tahun terakhir



Tahun 2008/ 2009 121 org 121 org 4 Rbl 132 org 3 Rbl 130 org 3 Rbl 383 org 10 Rbl
Tahun 2009/ 2010 168 org 168 org 4 Rbl 122 org 4 Rbl 124 org 4 Rbl 416 org 12 Rbl
Tahun 2010/ 2011 Org - org - Rbl - org - Rbl - org - Rbl - org - Rbl

11. a) Data Ruang Kelas
Jumlah ruang kelas asli (d) Jumlah ruang lain yangdigunakan untuk r. Kelas
(e) Jumlah ruang yang digunakan u R.. Kelas
(f) = (d+e)
Ukuran
7x9 m2
(a) Ukuran
>63 m2
(b) Ukuran
<63 m2
(c) Jumlah
(d)
=(a+c+d)
Ruang
Kelas 12 - - 12 ........ruang
Yaitu : .......... 12



b) Data Ruang Lain

Jenis Ruang Jumlah
(buah) Ukuran (m2) Jenis Ruang Jumlah
(buah) Ukuran (m2)
1. Perpustakaan 1 9 x 9 4. Lab. Bahasa - - x -
2. Lab.IPA 1 9 x 9 5. Asrama Guru - - x -
3. Ketrampilan - - x - 6. Lab. Komputer - - x -

11. Data Tenaga Pendidik dan Tata UsahaGuru :

Jumlah Guru / Staf SMP Negeri Jumlah Guru / Staf SMP Negeri Keterangan
Guru Tetap (PNS) 19 Tata Usaha PNS 4
Guru CPNS - Tata Usaha CPNS 1
Guru GBS - Tata Usaha Kontrak -
Guru Kontrak - Tata Usaha Sukwan 2
Guru Honor 2 Penjaga Sukwan 2



Cibeureum, Desember 2010
Kepala Sekolah



SUBAGIO, M.Pd..
NIP. 19650607 198903 1 008


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Sistem dan program pendidikan di seluruh tingkatan, secara umum sudah membutuhkan revolusi alias perlu diubah total. Di berbagai jenis dan jenjang pendidikan, kini sekolah cenderung tidak terarah karena kurikulum yang tidak serasi. Proses pembelajaran pun tidak kreatif dan tidak mendorong kreativitas anak didik. Di sisi lain, pengelolaan dalam materi pembelajaran kerap tumpang tindih sehingga mematikan prakarsa pelajar. Kemampuan guru-guru di bidang pedagogik, didaktik dan metodik juga sangat kurang, sehingga acapkali guru sama sekali tidak mempedulikan pengembangan kepribadian dan watak anak didiknya.
Ada tiga persepsi yang kurang benar tentang pendidikan. Pertama, pendidikan hanya terjadi di sekolah. Kedua, tugas sekolah ialah mengajarkan pengetahuan. Ketiga, sekolah harus membuat siswa menjadi “manusia siap pakai”.Akibat negatif dari kesalahan pertama, pengetahuan tentang pendidikan keluarga tidak berkembang. Sistem pendidikan nonformal tidak berkembang dan kemampuan bangsa untuk belajar dari situasi pendidikan nonformal menjadi rendah. Sedangkan dampak kesalahan kedua, kemampuan siswa yang rendah untuk mempergunakan pengetahuan sebagai alat berpikir dan alat untuk memahami serta memecahkan masalah. Kepekaan siswa terhadap nilai-nilai terhadap norma juga sangat rendah, baik norma estetis maupun norma synnoetis (norma kehidupan sosial), atau pun norma etis. Kesalahan ketiga berakibat lulusan sekolah tidak cukup menguasai konsep-konsep dasar. Mereka terpaku kepada keterampilan yang bersifat terapan. Selain itu, tenaga kerja menjadi kurang retrainable. Persepsi yang sebaiknya, adalah bahwa pendidikan terjadi sebelum anak masuk sekolah dan sesudah anak tamat sekolah. Sekolah hanya suatu mata rantai dari suatu kegiatan nyata pendidikan yang luas, dinamis dan saling bersambungan. Tugas sekolah ialah mempersiapkan anak untuk mengarungi kehidupan, bukan hanya membuat siswa menjadi siap pakai. Untuk itu, tugas pokok sekolah bukan sekadar mengajarkan pengetahuan, melainkan memupuk kepekaan terhadap nilai-nilai.
Konsekuensinya, sekolah harus tahu jenis pendidikan yang telah dilalui anak di keluarga dan menilainya sejauh mana pendidikan keluarga itu dapat dipergunakan sebagai landasan untuk menyusun program pendidikan sekolah. Sekolah juga harus membimbing anak untuk menguasai kemampuan belajar, baik untuk situasi pendidikan formal, maupun situasi pendidikan nonformal dan informal. Tugas sekolah adalah melahirkan generasi yang menjadi bagian dari bangsa yang pandaibelajar.
2. Permasalahan
Para guru sebenarnya menyadari bahwa pelajaran yang memberi kesempatan mengembangkan kreativitas, sangat dibutuhkan anak. Akan tetapi mereka umumnya tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana mengatasi keadaan itu. Kesulitan mereka terutama karena padatnya kurikulum pendidikan sehingga kreativitas anak terabaikan. Fakta menunjukkan minimnya waktu dan pelajaran yang bersifat untuk mengembangkan kreativitas pada sekolah formal, padahal di sisi lain menurut upaya memunculkan pribadi kreatif sangat dibutuhkan bagi anak dalam kehidupannya. Dengan demikian, para guru memiliki kesulitan bagaimana menanamkan dan menumbuhkan jiwa kreativitas kepada anak.
Untuk bisa menanamkan kreativitas pada siswa, mestinya kurikulum memfokuskan pada hal dasar dan esensial, sehingga cukup waktu untuk mengasah kreativitas. Di luar itu harus pula diperhatikan, harus ada kurikulum yang berbeda karena anak memiliki perbedaan bakat dan minat.
Sekolah yang berdiri tahun 1997 ini pernah hasil pelulusan siswa kelas 9 hanya mencapai 47,01 persen dari jumlah peserta UN 135 siswa yang lulus hanya 63 siswa orang dan yang tidak lulus 72 siswa yaitu pada tahun pelajaran 2007/2008. .
Berdasarkan kondisi itu pula penulis yang ditugaskan sebagai Kepala Sekolah mencoba mulai kurun waktu pertengahan April 2009 sampai sekarang membenahi keadaan tersebut. Permasalahan yang diungkap di atas sampailah pada bagaimana mengelola sekolah agar lebih efektif dan efisien sesuai ketentuan berlaku dan kemampuan yang dimiliki pada fase pengembangan selanjutnya supaya bias mendapat kepercayaan lagi dari masyarakat. Untuk itu penulis mencoba merefleksikan tindakan berkenaan dengan pemecahan masalah tersebut dimulai dengan Peningkatan Program Pengembangan Diri Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di SMP Negeri 2 Cibeureum Kabupaten Kuningan.
3. Strategi Pemecahan Masalah
Setiap pengembangan kurikulum, selain harus berpijak pada sejumlah landasan, juga harus menerapkan atau menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Dengan adanya prinsip tersebut, setiap pengembangan kurikulum diikat oleh ketentuan atau hukum sehingga dalam pengembangannya mempunyai arah yang jelas sesuai dengan prinsip yang telah disepakati.
Secara umum prinsip-prinsip pengembangan kurikulum meliputi prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, serta efisiensi dan efektivitas.
Prinsip relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara komponen tujuan, isi, strategi, dan evaluasi. Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antarberbagai jenis dan jenjang sekolah serta antartingkatan kelas. Prinsip efisiensi dan efektivitas berkenaan dengan pendayagunaan semua sumber secara optimal untuk mencapai hasil yang optimal.
Sementara itu, prinsip khusus yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi, antara lain: prinsip keimanan, nilai dan budi pekerti luhur, penguasaan integrasi nasional, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinetika, kesamaan memperoleh kesempatan, abad pengetahuan dan teknologi informasi, pengembangan keterampilan hidup, berpusat pada anak, serta pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Apabila dianalisis secara mendalam beberapa prinsip khusus yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, pada dasarnya merupakan penjabaran dari empat prinsip umum pengembangan kurikulum.
Ada dua pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif dan akar rumput. Pendekatan administratif adalah suatu pendekatan dalam pengembangan kurikulum di mana ide atau inisiatif pengembangan muncul dari para pejabat atau pengembang kebijakan seperti Menteri Pendidikan, Kepala Dinas dan lain-lain. Sedangkan pendekatan akar rumput, ide pengembangan muncul dari keresahan para guru-guru yang mengimplementasikan kurikulum di
sekolah di mana mereka menginginkan perubahan atau penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan di sekolah.
Ada beberapa langkah dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu: kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas.
Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.
Komunikasi adalah hal yang sangat diperlukan dalam pemecahan masalah ini. Di SMPN 2 Cibeureum langkah pertama yang ditempuh yakni melakukan dialog persuasif dengan para siswa. Munculah pemikiran untuk mengoptimalkan kegiatan pengembangan diri dan dilaksanakan hampir setiap hari, dengan maksud untuk mengembangkan potensi diri para siswa dibidang olah raga dan kesenian dengan jadwal ekskul mulai Senin dan Rabu kegiatan Basket Ball, Selasa Paskibra, Kamis Futsal, Jum’at Pramuka dan Sabtu Marching Band. Yang cukup membanggakan ternyata siswa sangat respon dengan Marching Band. Terbukti dalam waktu tiga bulan, April-Juni 2009, mereka sudah bisa membawakan musik dan lagu. Mereka mampu mempersiapkan diri untuk tampil pada peringatan HUT Kemerdekaan RI, 17 Agustus lalu. Pada awalnya Marching Band ini mendapat reaksi negative dari rekan-rekan guru, karena peminatnya kebanyakan anak-anak yang dianggap bermasalah di kelasnya. Namun mereka yang semula dinilai kurang, mengalami perubahan karena mereka diakui dan mampu menunjukkan kemampuannya. Ternyata bila diberikan kesempatan mereka pun mampu. Bukankah pendidikan itu salah satunya untuk merubah sikap siswa dari kurang baik menjadi lebih baik, dan dari kurang cerdas mernjadi cerdas.
Pelaksanaan kegiatan dalam program ini dibagi dalam beberapa bulan pelaksanaan, dimana tiap bulan dibagi dalam beberapa minggu dan di setiap minggu ada beberapa kali pelaksanaan sesuai dengan jadwal. Namun, pelaksanaan ini disesuaikan dengan situasi atau kondisi yang ada di lapangan. Secara umum pelaksanaan kegiatan dalam program ini meliputi: Pendekatan personal, Identifikasi masalah, perencanaan program, pelaksanaan program, dan evaluasi pelaksanaan program.(a). Pendekatan Personal dilakukan dengan melakukan serangkai pertemuan, diskusi, dan pertukaran informasi dengan pihak anak jalanan agar menciptakan hubungan yang nyaman.
(b). Identifikasi Masalah dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi yang akurat mengenai kecerdasan emosi pada anak jalanan. dilakukan melalui assessment terhadap siswa dengan memberi test minat dan bakat. (c). Perencanaan Program dimulai dari kegiatan analisis tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk peningkatan keerdasan emosi pada siswa. adapun tahapannya meliputi : - perumusan kegiatan yang akan dilakukan - menyusun time-schedule pelaksanaan program - menetapkan tenaga-tenaga yang akan menangani pelaksanaan program(d). Pelaksanaan Program Dan Evaluasi Program, setiap pelaksanaan program dilakukan monitoring untuk mengoreksi dan membenahi serta menindak lanjuti program yang dilaksanakan.(e) TujuanProgram - Jangka Pendek : untuk mengembangkan potensi diri para siswa dibidang olah raga dan kesenian. - Jangka panjang : meningkatkan kecerdasan emosional, sehingga anak dapat memecahkan masalah secara mandiri, dan secara lebih baik

LAPORAN BEST PRACTICE BAB 2

BAB II
PEMBAHASAN
1. Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah
Kegiatan pengembangan diri adalah kegiatan yang dilakukan siswa, di luar jam belajar kurikulum standar. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan pengembangan diri ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Kegiatan ini diadakan secara swadaya dari pihak sekolah maupun siswa-siswi itu sendiri untuk merintis kegiatan di luar jam pelajaran sekolah.
Kegiatan pengembangan diri ini sendiri dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga, pengembangan kepribadian, dan kegiatan lain yang bertujuan positif untuk kemajuan dari siswa-siswi itu sendiri.
Di setiap sekolah pasti ada yang kita sebut dengan kegiatan pengembangan diri. Siapa bilang kegiatan pengembangan diri atau biasa dikenal ekstra kulikuler (ekskul) hanya membuang-buang waktu dan tidak begitu bermanfaat? Tanpa disadari, banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari kegiatan ini. Mengingat banyaknya manfaat positif yang bisa diperoleh, tak heran bila pihak sekolah tak tanggung-tanggung dalam menyediakan sarana dan prasarana yang memadai demi perkembangan dan kemajuan siswa-siswanya.


2. Hasil atau dampak yang dicapai dari strategi yang dipilih
Dengan mengikuti kegiatan pengembangan diri, akan banyak ilmu dan teori yang bisa mereka serap. Jika si anak mengikuti pengembangan diri degung, ia akan lebih mengenal teknik dan teori degung, sehingga hasilnya pun akan lebih berbobot. Sama halnya jika ia mengikuti pengembangan diri bahasa Inggris, maka ia akan terbiasa berkomunikasi dengan tata bahasa yang baik dan benar. Bahkan dengan berada pada komunitas yang sama ambil contoh bahasa Inggris, anak-anak ini akan terbiasa dalam berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Melalui kegiatan pengembangan diri, anak-anak juga bisa mengembangkan bakat dan kemampuannya. Bila diadakan kompetisi, jiwa kompetitif dan sportif pun akan terasah dengan sendirinya. Hal penting lainnya, kegiatan pengembangan diri juga bisa mengajarkan anak akan arti organisasi, walaupun dalam skala yang lebih kecil.
Dengan begitu kita bisa melihat banyaknya hal positif dalam kegiatan pengembangan diri, Perlu diketahui bagi orang tua siswa bahwa pada saat anak Anda memasuki sekolah baru , apakah itu SD,SMP,atau SMA Anda perlu tahu ,paling tidak bertanya pada Kepala Sekolah atau Wakasek Kesiswaan : Apa saja kegiatan Pengembangan diri yang diseleggarakan oleh sekolah? Sekarang banyak sekolah yang menyelenggarakan banyak kegiatan pengembangan diri, baik itu Sekolah Negeri ataupun Swasta karena sekarang Dana BOS dapat dialokasikan untuk mendanai kegiatan tersebut.
Macam-macam kegiatan pengembangan diri di SMP N 2 Cibeureum :
1. Basket Ball
2. Futsal
3. Volly
4. Mading
5. Sains Club
6. Math Club
7. English Club
8. Marching Band
9. Degung
10. Calung
11. Paskibra
12. Pramuka
13. TIK/ Aplikasi Internet
14. ROHIS
15. Sintren
16. Bulu Tangkis

Kenyataan di lapangan bahwa ada sekolah yang kurang mempedulikan kegiatan pengembangan diri bahkan jarang dikontrol oleh pimpinan/ kepala sekolah , dengan anggapan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan setelah jam pelajaran selesai , jadi atensinya kurang.
Seandainya saja kita mau meluangkan waktu bertanya kepada alumnus sekolah kita, apa yang paling berkesan saat siswa tersebut mengenyam ilmu di sekolah kita ? Pengalaman Penulis kebanyakan siswa menjawab : Saya bisa seperti ini ( Siswa yang sukses dalam karir ) karena dulu waktu sekolah di sini saya mendapat kegiatan ekstrakurikuler ini lalu siswa tersebut langsung bertanya kemana sekarang bapak/Ibu pembimbingnya dulu?
Dari uraian permasalahan dan strategi pemecahan penulis ingin mendapatkan beberapa perubahan. Adapun perubahan yang dinginkan ( terlepas dari teori yang ada ) menurut yang saya alami, rasakan, lakukan,dan amati adalah ;
1. Siswa terlatih dalam satu organisasi
2. Siswa terlatih dalam suatu kegiatan EO ( Even Organizer )
3. Siswa terlatih menjadi seorang pemimpin
4. Siswa terlatih berinteraksi dengan dunia luar ( maksudnya luar sekolah )
5. Siswa terlatih mempunyai suatu ketrampilan, sebagai benih utnuk berkembang ke depan
6. Siswa terlatih menghargai kelebihan orang lain
7. Siswa terlatih menghadapi tantangan yang datang
8. Siswa terlatih membuat relasi yang langgeng ( Interpersonal
9. Siswa termotivasi akan cita-citanya /karir yang akan ia raih
10. Siswa terlatih menghargai gurunya, indikasinya adanya jalinan yang akrab antara guru dan siswa tersebut.
11. Tanpa disadari Siswa merasa bertanggungjawab atas kemajuan sekolahnya.
Jelas bukan bahwa dengan mengikuti kegiatan pengembangan diri tersebut siswa akan mempunyai banyak ketrampilan dan pengetahuan. Sebagai orang tua juga dihimbau mau bertanya kepada putra-putrinya tentang apa saja kegiatan ekstrakurikuler yang ia ikuti, dan ikut bertanggung jawab akan kegiatan tersebut, artinya jangan sampai orang tua melarang atau membiarkan putra-putrinya tidak mengikuti kegiatan tersebut.



3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang dipilih
Dengan serangkaian program pengembangan diri yang diberikan, siswa siswi SMP Negeri 2 Cibeureum dapat meningkat kecerdasan emosionalnya dan hidup mandiri, normal, hidup secara wajar dengan meminimalisir hambatan personal, sosial, dan psikologis, tetapi juga tidak sedikit biaya/dana yang diperlukan.
Saya akan menjawab pertanyaan di atas menurut yang saya alami, rasakan, lakukan,dan amati konsekuensi dari banyaknya pengembangan diri yang ada yaitu membengkaknya dana untuk membayai upah/honor guru adalah sebagai berikut : 16 kegiatan pengembangan diri x 4 kali x 12 bulan x Rp. 15.000,- Total Rp 11.520.000,-
Selain itu masih ada beberapa orang tua yang merasa terbebani karena dengan kegiatan pengembangan diri anak akan pulang ke rumah relative sore dan itu artinya menambah biaya uangsaku/jajanselama mengikuti kegiatan tersebut.
4. Faktor-faktor pendukung
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan dan kepribadian di dalam maupun luar sekolah. Dalam suatu masyarakat kecil atau besar pasti di dalamnya berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itu pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia. Wujud dari pendidikan yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal biasa disebut dengan sekolah. Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang di dapat oleh seorang individu dari lingkungan sekitarnya dalam suatu yang formal. Berbagai dilakukan dalam pendidikan formal yang bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diantaranya, intrakurikuler yaitu proses belajar mengajar dan segala yang berhubungan dengan akademik lain yang juga penting dilaksanakan adalah.Untuk dapat mengembangkan aspek-aspek kepribadian yang dimiliki serta untuk dapat menyalurkan bakat dan minat siswa serta dapat memperluas pengetahuan siswa, siswa tersebut dapat mengikutir. Sebab yang dilaksanakan diharapkan dapat menjadi dapat menjadi sarana penunjang perkembangan siswa.

Dalam proses belajar mengajar motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan dapat memberikan arah pada belajar sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki Dengan keaktifan siswa dalam mengikuti dan motivasi belajar dapat dilihat perubahan prestasi yang akan diraih oleh siswa-siswi di sekolah. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh seorang siswa setelah mengikuti belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.

Dalam laporan best practice ini dapat dikatakan bahwa keaktifan dalam dan motivasi belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Cibeureum, keaktifan dalam ekstrakurikuler dan prestasi siswa SMP Negeri 2 Cibeureum ada 2 faktor
1. Faktor Internal
a. Dukungan moril dan materiil dari Kepala Sekolah melalui kebijakan penganggaran dan program bea-siswa prestasi bagi peserta didik yang mampu meraih kejuaraan dalam perlombaan akademik maupun non akademik. Serta motivasi yang dilakukan secara terus menerus oleh Kepala Sekolah guna meningkatkan semangat peserta didik untuk senantiasa berprestasi dan bermental jawara guna meningkatkan kualitas mutu pendidikan di SMP Negeri 2 Cibeureum.
b. Dukungan dari segenap stake holders sekolah khususnya bidang Kesiswaan dan Pembina masing-masing Pengembangan Diri yang terlibat secara langsung baik secara teknis maupun sebagai steering committee.
c. Motivasi konstruktif dari segenap dewan guru dengan memberikan kesempatan berlatih pada setiap hari Sabtu dan melakukan pendampingan pembelajaran khusus bagi peserta didik yang terlibat dalam kegiatan pengembangan diri. Kualitas sumber daya intelektual yang dimiliki peserta didik masing-masing kegiatan pengembangan diri di SMP Negeri 2 Cibeureum sangat membantu mempermudah proses pembinaan.
2. Faktor Eksternal
a. Dukungan moril dan materiil dari masyarakat khususnya orang tua peserta didik yang memberikan ijin putra-putrinya terlibat langsung dalam kegiatan dan bersedia membantu dalam penyediaan sebagian perlengkapan lomba.
b. Kerjasama selama masa kegiatan Pengembangan Diri.
Tujuh kata kunci ini perlu dipertajam dengan hal-hal yang menjadi tanggung jawab orang tua, yakni: a). Mengetahui benar jenis mata pelajaran yang ada di sekolah, b). Memahami pelajaran yang perlu dibantu dengan pekerjaan rumah, les tambahan atau cara lain dalam intensitas belajar, c). Ikut mengambil peranan dalam hal pelajaran ekstrakurikuler/pengembangan diri, d). Jangan sampai dibiarkan putra-putrinya tidak memiliki fasilitas belajar seperti: buku cetak, alat-alat tulis, buku latihan, catatan dan pemeliharaannya, e). Pemeliharaan fasilitas seperti tas, sampul buku, kebersihan fasilitas dan alat tulis yang memenuhi persyaratan, f). Hadir di sekoah apabila dirumah kelihatan putra-putrinya tidak sibuk mengerjakan pelajarannya untuk menanyakan pada guru BK dan wali kelas, g). Mengajak putra-putrinya diskusi tentang guru dan keadaan di sekolah agar orang tua dapat mengarahkan pandangan negatif siswa apabila ada menjadi hal yang positif.
Kepedulian orang tua dalam pelaksanaan ekstrakurikuler seolah-olah hanya menyangkut dana saja. Padahal yang menjadi pokok dalam pencapaian tujuan adalah keterlibatan langsung orang tua dalam pengamatan pelaksanannya, bila perlu ikut memberi petunjuk dalam pelaksanaan teknis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam peranan pelaksanaan ekstrakurikuler sebagai berikut: a). orang tua mengetahui benar jenis kegiatan ekstrakurikuler apa yang ada di sekolah berikut jadwalnya,b). memilih kegiatan yang tepat buat para putra-putrinya, c). mengikuti perkembangan hasil dan kegiatan tersebut, d). memberikan masukan pada sekolah dalam pengembangan ekstrakurikuler, e). membantu sanara/prasarana yang diperlukan.
Dengan peranan tersebut diharapkan orang tua mempunyai kebanggaan tersendiri sehingga sekolah terbentuk motivasi yang tinggi dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.
Pengawasan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan secara: a. interen, oleh kepala sekolah. b, eksteren, oleh pihak yang secara struktural/fungsional memiliki kewenangan membina kegiatan pengembangan diri yang dimaksud. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, untuk bahan evaluasi/ perbaikan di tahun pelajaran berikutnya.
5. Alternatif pengembangan
Seperti yang telah penulis paparkan optimisme dan motivasi membangun sekolah dapat dikategorikan baik dari warga sekolah. Prestasi selama bulan-bulan terakhir dari pembangunan fisik dan non fisik cukup signifikan. Prestasi yang diraih dalam kegiatan Ujian Nasional tahun 2008/2009 lalu cukup menggembirakan , Sekolah kami mendapat peringkat pertama di tingkat Kecamatan, dan berhasil lulus 100 persen.
Kami mengakui beberapa fasilitas yang memang masih dibutuhkan untuk kegiatan pembelajaran masih ada 6 ruangan yang memerlukan proses perehaban sehubungan dengan kondisinya sudah lama, tetapi tetap dengan penerapan sekolah satu shif masuk pagi semuanya mulai dari tingkat X, XI, dan XII.
Peningkatan kualitas SDM dibarengi oleh peningkatan kualitas sarana-prasarana. Kelas yang masih standar peralatan dan belum adanya LCD, Kualitas kurikulum yang mau tidak mau terus dilakukan penyesuaian. Perpustakaan yang masih minim dari buku-buku penunjang lainnya. Dan lain-lain adalah sejumlah PR yang perlu menjadi fokus perhatian.
Khusus untuk kegiatan pengembangan diri pada tahun pelajaran 2010/2011 direncanakan ada penambahan kegiatan pengembangan diri lokal kedaerahan yaitu teknik pembuatan tape ketan yang merupakan ciri khas makanan tradisional daerah setempat, serta adanya peningkatan upah / honor untuk guru pembimbing.